Seekor
semut yang pikirannya tersusun dalam rencana teratur,
sedang mencari-cari
madu ketika seekor
capung hinggap
menghisap
madu dari bunga itu. Capung
itu melesat pergi
untuk
kemudian datang kembali.
Kali
ini Si Semut berkata,
"Kau ini
hidup tanpa usaha,
dan kau tak punya rencana.
Karena
kau tak punya tujuan nyata ataupun
kira-kira, apa
pula
ciri utama hidupmu dan kapan pula berakhir?"
Kata
Si Capung,
"Aku bahagia, dan aku mencari kesenangan, ini
jelas ada dan
nyata.
Tujuanku adalah tanpa tujuan. Kau boleh
merencanakan
sekehendakmu;
kau tak bisa meyakinkanku bahwa ada yang lebih
berharga
daripada yang kulakukan ini.
Kaulaksanakan saja
rencanamu,
dan aku rencanaku."
Semut
berpikir,
"Yang
tampak padaku ternyata tak tampak olehnya. Ia tahu apa
yang
terjadi pada semut. Aku tahu apa
yang terjadi pada
capung.
Ia laksanakan rencananya, aku laksanakan rencanaku."
Dan semutpun
berlalu, sebab ia
telah memberikan teguran
sebaik-baiknya
dalam masalah itu.
Beberapa
waktu sesudah itu, mereka pun bertemu lagi.
Si
Semut menemukan kedai tukang daging, dan
ia berdiri di
bawah meja
tumpuan daging dengan bijaksana,
menunggu saja
apa
yang mungkin datang padanya.
Si
Capung, yang melihat daging merah dari atas, menukik dan
hinggap diatasnya. Pada saat itu pula, parang tukang
daging
berayun
dan membelah capung itu menjadi dua.
Separoh
tubuhnya jatuh di lantai
dekat kaki semut
itu.
Sambil menangkap
bangkai itu dan
mulai menyeretnya ke
sarang,
semut itu berkata kepada dirinya sendiri.
"Rencananya
tamat sudah, dan rencanaku terus berjalan.
Ia
laksanakan rencananya
-sudah berakhir, Aku
laksanakan
rencanaku
-mulai berputar. Kebanggaan
tampaknya penting,
nyatanya hanya
sementara. Hidup memakan, berakhir dengan
dimakan. Ketika
aku katakan hal
ini, yang mungkin
dipikirkannya
adalah bahwa aku suka merusak kesenangan orang
lain."
Catatan
Kisah
yang hampir serupa ditemukan juga dalam
karya Attar,
Kitab Ketuhanan,
meskipun penerapannya agak berbeda. Versi
ini
dikisahkan oleh seorang
darwis Bokhara dekat
makam
Al-Syah, yakni
Bahaudin Naqsibandi, enam puluh
tahun yang
lalu. Sumbernya
adalah buku catatan
seorang Sufi yang
disimpan
dalam Masjid Agung di Jalalabad.
K
I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan
kisah nasehat para guru sufi
selama
seribu tahun yang lampau
oleh
Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit:
Pustaka Firdaus, 1984
Tidak ada komentar:
Posting Komentar