Kisah Teladan
: Terkenal di Langit tak di kenal di Bumi…
Subhanallah sebuah kisah Tauladan yang sangat luar
biasa, yang mungkin tidak akan kita jumpai lagi hamba Allah yang seperti di
dalam kisah ini di jaman sekarang…….bacalah Insyaallah bermanfaat …..
Pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang,
berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada
selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan
kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan matanya mudah meneteskan airmata,
pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang
satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk
bumi akan tetapi sangat terkenal di langit. Pernah seorang fuqoha’ negeri
Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi
tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan
lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku,
dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari
mencuri”.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak
punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya
penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari,
Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup
untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan
untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti
keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang
lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan
puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya. Uwais al-Qarni telah
memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad Shalallahu
‘Alaihi Wasallam. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah,
Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap
pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya
sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri
Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan
datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke
Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka
dengan cara kehidupan Islam. Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat
tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan
bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu
dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke
Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada
yang merawatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak
terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais
merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya
dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang
sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditinggalkan sendiri, hatinya
selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada
suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin
kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika
mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata :
“Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa,
segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk
berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta
berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah
berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang
berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas
dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang
luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin
di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya
paras baginda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia
menuju ke rumah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, diketuknya pintu rumah itu
sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah radiyallahu anhu,
sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin
dijumpainya. Namun ternyata beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak berada di
rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari
jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam
hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih
terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia
cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada
ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk
menunggu dan berjumpa dengan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam . Ia akhirnya
dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang
ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam dan melangkah pulang dengan perasaan haru. Sepulangnya dari perang,
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam langsung menanyakan tentang kedatangan orang
yang mencarinya. Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa
Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit
(sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan Rosulullah, sayyidatina
‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina
‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan
sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais
al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak
tangannya.” Sesudah itu beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, memandang kepada
sayyidina Ali r.a dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila
kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni
langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar
ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah
Umar teringat akan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tentang Uwais
al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali
r.a untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari
Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut
bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah
sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan
kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota
Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah
Umar dan sayyidina Ali mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut
bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang
menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau
berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais
berada, Khalifah Umar dan sayyidina Ali memberi salam. Namun rupanya Uwais
sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam
kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar
segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang
berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya
Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab
Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami
juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais
kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka,
diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru
dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar
dan Sayyidina Ali memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais
enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada
kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini
untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini,
Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan
istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang
negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais
menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba
diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini
tidak diketahui orang lagi”.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais
al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan
tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika
dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang
menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali
kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga
selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang
yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah (Syeikh
Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais
al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.) menjelaskan, “ketika aku
ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu
aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada
kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. Meninggalnya
Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi
hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal
berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah
seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika
jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang
yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman
tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai
Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang
tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta
? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan
hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang
dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di
turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat
itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak
terkenal di bumi tapi terkenal di langit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar