ALLAH SWT TIDAK TERHALANG UNTUK DIPANDANG
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
وَهُوَ القَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الحَكِيْمُ الخَبِيْرُ
Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya
Dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui (QS. Al-An’am 18)
الحَقُّ
لَيْسَ بِمَحْجُوْبٍ وَإِنَّماَ المَحْجُوْبُ أَنْتَ عَنِ النَّظْرِ إِذْ
لَوْحَجَبَهُ شَيْءٌ لَسَتَرَهُ ماَحَجَبَهُ وَلَوكاَنَ لَهُ ساَتِرٌ
لَكاَنَ لِوُجُوْدِهِ حاَصِرٌ وَكُلُّ حاَصِرٍ لِشَيْءٍ فَهُوَ لَهُ
قاَهِرٌ
Allah
tidak terhalang untuk dilihat, akan tetapi yang terhalang adalah anda
untuk dapat melihat Allah, logikanya apabila Allah terhalang sesuatu
untuk dilihat maka penghalang itu menutupi wujud Allah, apabila wujud
Allah terhalang maka keberadaan Allah itu terbatas, dan setiap sesuatu
yang terbatas niscaya ada sesuatu yang membatasi atau ada sesuatu yang
menguasainya, ada yang menguasai Allah itu mustahil.
يَعْنِي أَنَّ الحِجاَبَ لاَ يَتَّصِفُ بِهِ الحَقُّ سُبْحاَنَهُ وَتَعاَلىَ ِلاسْتِحاَلَتِهِ فيِ حَقِّهِ
Yakni,
bahwa penghalang tidak akan pernah terjadi menyertai Allah SWT Al-Haq
Subhanallah, karena hal itu mustahil bagi Allah SWT.
وَإِنَّماَ
المَحْجُوْبُ أَنْتَ أَيُّهاَ العَبْدُ بِصِفاَتِكَ النَّفْساَنِيَّةِ
عَنِ النَّظْرِ إِلَيْهِ فَإِنْ رُمْتَ الوُصُوْلَ فاَبْحَثْ عَنْ عُيُوْبِ
نَفْسِكَ وَعاَلَجَهاَ
Sesungguhnya
yang terhalang adalah anda, hai kawan. Karena anda sebagai manusia
menyandang sifat jasad, sehingga terhalang untuk dapat melihat Allah.
Apabila anda ingin sampai melihat Allah, maka intropeksi ke dalam,
lihatlah dahulu noda dan dosa yang terdapat pada diri anda, serta
bangkitlah untuk mengobati dan memperbaikinya, karena itu-lah sebagai
penghalang anda. Mengobatinya dengan bertaubat dari dosa serta memperbaikinya dengan tidak berbuat dosa dan giat melakukan kebaikan.
فَإِن
الحِجاَبَ يَرْتَفِعُ عَنْكَ فَتَصِلُ إِلىَ النَّظْرِ إِلَيْهِ بِعَيْنِ
بَصِيْرَتِكَ وَهُوَ مَقاَمُ الإِحْساَنِ الَّذِي يُعَبِرُوْنَ عَنْهُ
بِمَقاَمِ المُشاَهَدَةِ
Pada
akhirnya penghalang itu akan sirna, hilang dari anda sehingga sampai
pada “Dapat Melihat Allah” dengan “Aen Basyiroh” (Pandangan waspada
hati) dan inilah yang disebut “Ihsan” yaitu beribadah kepada Allah
seolah anda melihatNya, apabila anda tidak mampu melihatNya,
sesungguhnya Allah melihat anda. Para Ulama Sufi menyebutnya Maqom
Musyahadah artinya ruang kesakisan, “Aku besaksi tiada Tuhan selain
Allah”.
Allah
SWt dapat terlihat dengan pandangan waspada hati, bukan dengan
pandangan hati, karena pandangan hati biasanya mengarah terbayang,
sedangkan mustahil utuk bisa terbayang. Sebagaimana diabadikan dalam
Al-Qur’an :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ البَصِيْرُ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat. (QS. Asyura 11)
Dalam ayat lain Allah berfirman :
الرَّحْمَنُ عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى
Allah, Tuhan yang Maha Pemurah bersemayam di atas 'Arsy (QS. Thaha 5)
Bersemayam maksudnya Menguasai ‘Arasy,
sebagaimana seorang raja duduk diatas kursi singgasananya mangandung
makna menguasai atau penguasa. Karena ketika kata “bersemayam” diartikan
mentah maka akan terbayang Allah sedang bersemayam dan ini membuat
kufur, keluar dari agama Islam, menyerupakan sesuatu dengan Allah.
Istawa yang artinya bersemayam disebutnya kalimat Majaz.
Dalam memahami berbahasa Arab, termasuk bahasa lainnya, hendaknya menggunakan disimpin tatabahasa dan ilmu lainya. Seperti memahami Sya’ir pada Maulid Barjanzi - Syekh Ja’far Al-Barzanji, 1126-1177 H :
أَنْتَ لِلرُّسْلِ خِتاَمٌ أَنْتَ لِلْمَوْلىَ شَكُوْرُ
|
عَبْدُكَ المِسْكِيْنُ يَرْجُوْ فَضْلَكَ الجَمَّ الغَفِيْرُ
|
Engkau adalah penutup bagi para Rosul, Engkau jua yang paling bersyukur pada Tuhan
|
Hambamu yang pantas dikasihani ini mengharap keutamanmu yang begitu banyak
|
Uraian bahasan-nya :
(أَنْتَ)
ياَرَسُوْلَ اللهِ (لِلرُّسْلِ خِتاَمٌ) فَلاَرَسُوْلَ وَلاَنَبِيَّ
بَعْدَكَ (أَنْتَ لِلْمَوْلىَ شَكُوْرُ) بِفَتْحِ الشَّيْنِ أَىْ كَثِيْرُ
الشُّكْرِ (عَبْدُكَ المِسْكِيْنُ) بِكَسْرِ المِيْمِ وَفَتْحِهاَ أَىْ
الذَّلِيْلُ وَالضَّعِيْفُ (يَرْجُوْ فَضْلَكَ الجَمَّ) أَىْ الكَثِيْرَ
(الغَفِيْرَ) الوَاسِعَ
Artinya :
(Engkau)
wahai Rasulullah (adalah penutup bagi para Rosul) karena tidak ada
Rosul dan Nabi setelah engkau (engkau jua yang paling bersukur pada
Tuhan) fatah huruf Syin, artinya banyak bersyukur (hambamu yang pantas
dikasihani ini) kasrah huruf mim dan ia boleh fatah, artinya hamba yang
hina dan lemah (mengharap keutamanmu yang begitu banyak) artinya banyak
dan berlimpah.
فَقَوْلُهُ
عَبْدُكَ مُبْتَدَأٌ وَالمِسْكِيْنُ صِفَةٌ لَهُ وَقَوْلُهُ يَرْجُوْ
فِعْلٌ مُضاَرِعٌ وَالفاَعِلُ ضَمِيْرٌ يَعُوْدُ إِلىَ عَبْدِكَ
وَالجُمْلَةُ خَبَرُ المُبْتَدَأ وَقَوْلُهُ الجَمَّ الغَفِيْرَ صِفَتاَنِ
لِفَضْلِكَ
Artinya :
Lafadz
Abduka (hambamu) menurut ilmu nahwu adalah “mubtada” dan lafadz
Al-Miskin (yang pantas dikasihani) adalah “sifat” dari lafadz Abduka.
Lafadz Yarju (mengharap) adalah fi’il mudlore dan fail-nya adalah dlomir
yang kembali pada Abduka dan menjadi jumlah khobar-mubtada. Lafadz
Jammal-ghofiru (banyak yang melimpah) adalah dua “sifat” untuk lafadz
fadlika (keutamaanmu).
Catatan Penyusun :
a. Kalimat “Engkau (Rosulullah) penutup para Nabi dan Rasul, hal ini berdasarkan hadits ;
مَثَلِى
وَمَثَلُ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِى كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بُنْيَانًا
فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلاَّ مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ مِنْ
زَوَايَاهُ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ
وَيَقُولُونَ هَلاَّ وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ - قَالَ - فَأَنَا
اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ
Artinya :
Perumpamaanku
dengan para nabi sebelum aku ialah laksana seorang lelaki yang
membangun rumah yang bagus nan indah, akan tetapi ada lahan bangunan
fiktif disekelilingnya, lalu semua orang mengelilingi lahan fiktif itu,
membanggakan dan mereka berkata “Ayo kita bangun baru lahan bangunan ini
!?” (maksudnya membuat agama atau sekte baru) Nabi bersabda “Aku adalah
lahan nyata (agama nyata) dan aku adalah penutup para nabi. (HR. Sohih Bukhori Muslim)
b. Kalimat “Engkau jua yang paling bersyukur pada Tuhan” hal ini berdasarkan hadist ;
حَدَّثَناَ
أَبُوْ نُعَيْمٍ قاَلَ حَدَّثَناَ مُسْعِرٌ عَنْ زِياَدٍ قاَلَ سَمِعْتُ
المُغِيْرةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ إِنْ كاَنَ النَّبِيُّ Tلِيَقُوْمَ لِيُصَلِّيَ حَتَّى تَرُمَ قَدَماَهُ أَوْساَقاَهُ , فَيُقاَلُ لَهُ فَيَقُوْلُ أَفَلاَ أَكُوْنَ عَبْدًا شَكُوْرًا
Artinya :
Kami
mendapat khabar dari Abu Nu’aim, beliau dapat khabar dari Mus’ir dan
dari Ziyad, beliau mendengar Al-Mughiroh ra berkata ; “Apabila benar
baginda Nabi Saw berdiri untuk shalat malam sehingga kedua telapak atau
betis kaki beliau bengkak, beliau (Nabi Saw) ditanya akan hal itu,
kemudian beliau menjawab “Apakah tidak boleh apabila aku menjadi seorang hamba yang sangat bersyukur”. (HR. Sohih Bukhori)
c. Kalimat
“Hambamu yang pantas dikasihani”, ini bukan penghambaan hakiki yang
masuk ke dalam bentuk menyembah Nabi Saw. (Ingat !! dalam tata bahasa
ada istilah makna hakiki dan makna majazi) hamba di sini hanya penghambaan majazi (tidak hakiki), artinya hanya penghambaan dalam bentuk mengikuti, taat dan patuh saja, sebut sajalah sebagai pengikut.
Kata Abdun
(hamba) dalam bahasa Arab juga artinya budak atau sahaya dari majikan
atau tuannya, dan tuannya itu tidak disembah. Ketika hamba dimaknai
hakiki (menyembah) akan bertentangan dengan syahadat, “Tiada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah”.
Wal-hasil
hamba disini artinya adalah pengikut Nabi Saw. Dan cinta kepada Allah
Swt dianggap dusta apabila tidak disertai dengan mengikuti Nabi Saw.
Ciinta kepada Allah harus seiring dengan mengikuti Nabi SAW, ini
berdasarkan firman Allah ;
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
Artinya :
Katakanlah
: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi SAW),
niscaya Allah Swt mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran 31)
d. Kalimat “Mengharap keutamanmu yang begitu banyak” dalam hal berharap dan harapan itu dijanjikan Allah Swt, bukanlah termasuk syirik,
karena tetap berharap kepada Allah, hanya saja tidak dipungkiri (untuk
kita manusia) prosesnya akan terjadi melalui sesama makhluk, tidak ada
bedanya ketika anda mengalami musibah tenggelam di laut, anda terombang
ambing di tengah laut dan melihat tim SAR, apa yang akan anda katakan
pada tim SAR?, “Pak tolong kami” mungkin itu jawaban anda, apa itu
syirik ?, ini juga maksudnya berharap bantuan (majazi).
Salah
satu keutamaan Nabi Saw adalah syafa’at (pertolongan) dan ini
dijanjikan Allah atau seizin Allah adalah Nabi akan menolong umat
pengikutnya, berikut haditsnya ;
حَدَّثَناَ
إِسْمَاعِيْلُ قاَلَ حَدَّثَنِيْ مَالِكْ عَنْ أَبِيْ الزَّناَدِ عَنِ
الأَعْرَجِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهَ T قاَلَ
لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجاَبَةٌ يَدْعُوْ بِهاَ وَأُرِيْدُ أَنْ
أَخْتَبِئَ دَعْوَتِيْ شَفاَعَةً ِلأُمَّتِيْ فيِ الآَخِرَةِ
Artinya :
Kami
dapat khabar dari Ismail, kami dapat khabar dari Malik, dari Abi
Az-Zanad, dari Al-‘Aroj, dan dari Abi Hurairoh, bahwa rasul;ullah Saw
bersabda ; Setiap Nabi memiliki do’a mustajab (dikabulkan) untuk mereka
berdo’a, dan aku ingin persiapkan do’aku agar menjadi syafaat (penolong)
kepada umatku di akhirat. (HR. Sohih Bukhori Muslim)
Dalam firman Allah disebutkan ;
مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Artinya :
Tiada yang dapat memberi syafa'at (pertolongan) menurut Allah tanpa seizin-Nya ( QS. Al-Baqoroh 255)
KESIMPULAN
Allah itu dapat terlihat dengan Ae’n Basyiroh
(pandangan waspada hati), untuk kalangan awam pandangan waspada hati
cukup ditafsirkan dengan keyakinan bahwa Allah itu melihat kita,
sehingga semua perbuatan anda akan selalu baik, karena merasa selalu
dilihat Allah SWT.
Orang
yang merasa dilihat dan diperhatikan Allah, ia tidak akan pernah
berbuat dosa sedikitpun, sekalipun terjatuh ke dlam dosa ia akan segera
bertaubat, bahkan hidupnya senantiasa bernilai ibadah, tidak ada waktu
luang yang sia-sia, karena ia berkeyakinan bahwa pandangan Allah akan
selalu restu pada setiap waktu yang berguna dan bernilai beribadah.
Dalam
memahami redaksi Qur’an, Hadits, atau pernyataan para Ulama, hendaknya
menggunakan disiplin ilmu, baik Nahwu, Shorof, Mantiq, Bilaghah atau
ilmu yang lainnya. Jangan mengartikan mentah, karena akan berakibat
keliru dalam memaknai redaksi, yang pada akhirnya keliru dalam
pemahaman. Semoga kita semua terlindung dari paham-paham yang sesat dan
menyimpang, amien.
Allah mengetahui segalanya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Hikam, Ibnu ‘Athoillah
2. Syarah Al-Hikam, Abdullah Asy-Syarqowi
3. Fathush-Shomad Al-‘Alam Maulid, Ahmad bin Al-Qosim
4. Bulugul-Fauziy Libayani-Alfadzil-Maulid, Ibnu Al-Juziy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar