Buat kalangan tertentu, seni merajah tubuh (tato) memang masih dianggap tabu. Di mata mereka, paling tidak tato dipandang bercitra buruk: sarat kekerasan dan cenderung dekat dengan
dunia kejahatan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kini tato juga dipandang bagian dari ‘produk' kecantikan. Kaum penggemarnya pun makin meluas hingga ke kalangan selebriti, olahragawan, eksekutif muda, remaja, dan ibu-ibu rumah tangga.
Terutama bagi kalangan remaja, perkembangannya begitu pesat. Berdasarkan sebuah survei di Amerika Serikat yang dilakukan dua tahun lalu, sekitar 36% remaja (usia 14 tahun) di negeri itu, hampir dipastikan di tubuhnya ada rajahan tokoh-tokoh idola, bunga, serta berbagai ornamen lainnya.
Namun, di sisi lain, ada fenomena yang berbeda. Alih-alih populasi penggemarnya terus meningkat, arus balik dari kaum bertato pun tak kalah derasnya. Untuk soal yang terakhir itu, bisa disimak dari hasil survei terbaru pada akhir tahun lalu. Dalam survei tersebut diungkapkan bahwa dari sekitar 10 juta orang yang bertato, 50% di antaranya ternyata malah berniat menghilangkan rajahan itu. Banyak alasan yang dikemukakan mereka. Mulai dari sulit mencari pekerjaan hingga merasa bosan. Bahkan tak sedikit di antaranya yang menyatakan menyesal.
Jika dicermati lebih jauh, dari mereka yang menyesal, ternyata ada motif yang menarik. Kata mereka, tato juga berdampak buruk terhadap kesehatan. Salah satu contohnya, seperti yang dialami oleh Karl Fredrik Ljungberg, pesepak bola hebat yang kini bermain di Arsenal. Sudah sembilan tahun pria yang kini berusia 30 tahun ini bergabung di klub papan atas Liga Inggris itu. Tapi, kehebatannya mengocek bola di lapangan, nyaris tak pernah terlihat lagi, paling tidak, selama tiga tahun terakhir. Pasalnya, sejak saat itu, ia lebih sering duduk di bangku cadangan.
Ternyata sang pelatih Arsenal mempunyai alasan kuat untuk mengistirahatkan Ljungberg selama itu. Gara-garanya, pemain berkebangsaan Swedia ini kerap terserang sakit kepala (migren) secara tiba-tiba dan tanpa sebab. Celakanya pula, pusing di kepalanya itu bisa berlangsung selama dua minggu.
Tak kurang dari tim dokter yang menanganinya pun dibuat puyeng. Mereka membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk melacak penyakit sang idola. Semula, tim dokter menyangka bahwa pusing di kepala Ljungberg karena kanker. Tapi, setelah melalui proses pemeriksaan yang panjang, akhirnya (pada Mei 2005) ketahuan juga biang keroknya: karena racun yang berasal dari tinta tato di tubuhnya.
Layaknya kebanyakan selebriti dunia, begitu pula yang dilakukan Ljungberg. Ia merajah tubuhnya dengan dua gambar panther (macan kumbang), masing-masing di sisi kanan perut dan punggungnya. Menurut dokter yang memeriksanya, Ljungberg ternyata alergi dengan tinta tato. Dan alergi ini menimbulkan reaksi pada jaringan getah bening yang ada di pinggang, sehingga menyebabkan peradangan pada jaringan saraf. Saraf yang terganggu inilah yang ditenggarai memicu migren.
Kasus hampir serupa juga dialami oleh seorang remaja yang tinggal di Burlington, Vermont, Amerika. Bahkan efek buruk yang dirasakan oleh pemuda berusia 19 tahun ini lebih hebat lagi. Gara-gara rajahan di tubuhnya, ia divonis mengidap penyakit amat berbahaya dan belum ada obatnya, yakni systemic lupus erythematosus (Lupus). Menurut dokter yang menanganinya, ia bisa terjangkit Lupus karena tercemar virus yang berasal dari jarum tato.
Sejatinya pula, mereka yang gemar merajah tubuh memang berisiko tinggi terserang berbagai penyakit. Soalnya, merajah juga berarti melukai badan. "Dari luka inilah lazimnya banyak bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh," ujar Dr. Irma Bernadette Simbolon, dermatovenereulogist (dokter ahli kulit) dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Bahkan rasa sakit itu telah dirasakan sejak awal, ketika jarum tato mulai menusuk-nusuk bagian tubuh yang dirajah. Kerap, luka yang ditimbulkannya pun mengakibatkan iritasi sehingga berpeluang terinfeksi. Jika begitu kejadiannya, si ‘korban' akan mengalami demam dengan suhu tinggi. Dengan kondisi selemah itu, niscaya tubuh semakin rentan terserang bibit penyakit.
Biaya Menghapusnya Sangat Mahal
Risiko lainnya adalah kemungkinan buruk yang ditimbulkan oleh jarum tato. Karena sering digunakan berkali-kali, sehingga berpeluang terkontaminasi bibit penyakit jadi lebih leluasa menular. Dan penularan jadi lebih efektif karena jarum kerap menusuk hingga ke pembuluh darah serta jaringan saraf. Agar aman, seharusnya setiap jarum dipastikan dalam keadaan steril dan hanya digunakan sekali saja.
Begitu pula halnya dengan tinta tato. Umumnya yang banyak beredar di pasaran, tinta itu dibuat dari bahan kimia yang patut dikelompokkan ke dalam unsur logam berat, seperti arsenik, mercury, perak, emas, dan bismuth, yang berbahaya buat kesehatan. Lain halnya dengan tinta tato yang biasa digunakan oleh sejumlah penduduk asli di pedalaman. Karena dibuat dari ramuan tumbuhan-tumbuhan, tinta itu cenderung lebih aman.
Dalam ilmu kedokteran, merajah tubuh didefinisikan sebagai tindakan sengaja yang berpotensi menimbulkan kelainan pada kulit. Selain karena tato, kelainan pada kulit juga bisa disebabkan oleh sengatan sinar matahari yang berlebihan, pengaruh obat-obatan, dan terkena bahan kimia. Dan prinsipnya, semakin luas permukaan tubuh yang ditato, maka akan semakin besar pula risiko gangguannya. "Jika gambar tatonya sudah mencapai setengah dari permukaan tubuh, besar kemungkinan tubuh orang tersebut sudah keracunan," kata Irma.
Boleh jadi karena didorong oleh kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan, menurut Irma, tren kalangan bertato yang berniat menghilangkan rajahan di tubuhnya belakangan ini cukup tinggi. Lihat saja mereka yang datang ke kliniknya. "Dalam sebulan, rata-rata saya menangani tiga pasien yang ingin menghilangkan gambar tatonya," ujar dokter yang juga menjadi staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Prinsipnya, untuk menghilangkan tato, lapisan kulit yang terajah harus dikelupas atau dibakar. Untuk itu, teknik terbaru yang paling diminati adalah dengan sinar laser (Q-switched laser), yang di Indonesia mulai dikenal sejak 1990. Keunggulan dari cara ini tidak akan menimbulkan rasa sakit. Hal itu memungkinkan karena sebelum dilakukan penyinaran, si pasien akan dibius lokal. Selain itu, hasilnya pun bisa maksimal, yakni gambar rajahan bisa dihilangkan secara tuntas.
Kalau saja ada kekurangannya, itu adalah biayanya yang tak sedikit. Untuk ukuran kebanyakan, biaya itu bahkan terbilang amat mahal. Hanya untuk menghilangkan tato seukuran kartu kredit, minimal dibutuhkan Rp 50 juta-masih jauh lebih mahal ketimbang ongkos untuk merajahnya yang berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Bayangkan, berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk menghilangkan rajahan yang ada di seluruh tubuh?
Biaya menghapus tato dengan teknik Q-switched bisa jadi mahal karena investasinya memang tergolong tinggi. Hanya untuk pengadaan peralatannya saja dibutuhkan modal sampai Rp 1 miliar.
Dengan tato, karena merasa lebih gagah atau cantik, memang bisa mendorong seseorang jadi tambah percaya diri. Tapi, jika mengingat efek buruknya, kegemaran yang satu ini jadi begitu menakutkan. Boro-boro bisa pamer keindahan, kita malah berisiko terjangkit penyakit berbahaya. Karena itu, masih berminat dirajah?
Pandangan para pakar hukum Islam mengenai konsumsi masyarakat terhadap tatto
Jika demikian kondisi sebenarnya dari tatto dilihat dari pandangan medis, maka ada beberapa pendapat dari para pakar hukum Islam menyikapi fenomena semakin merebaknya tatto di masyarakat.
Dalam fikih Islam klasik, pro dan kontra yang timbul pada permasalahan tatto bukanlah semata – mata berada pada kisaran boleh atau tidaknya menorehkan tatto pada tubuh kita. Karena mayoritas ulama setuju dengan pengharaman tatto karena dua alasan pokok: (1) mengandung unsur menyakiti diri sendiri (Dharar). Dan (2) dianggap sebagai orang yang kufur akan nikmat Allah karena telah merubah ciptaan Allah. Dan (3) memiliki tatto menyebabkan seseorang tidak sah sholatnya, karena tidak memenuhi syarat sahnya sholat : suci pakaian dan badan, dan tempat. Hal ini dikarenakan tinta atau zat pewarna yang digunakan dalam tatto dianggap najis karena bisa dipastikan terkena atau tercampur darah saat proses penusukan jarum tatto. Serta ada anggapan bahwa (4) tatto dapat menghalangi air masuk ke dalam kulit ketika berwudlu dan juga mandi besar.
Meskipun demikian, Sebagian kelompok yang agak toleran menyatakan bahwa yang membuat tatto itu haram adalah proses membuatnya. Adapun masalah tinta yang menutupi kulit, maka sebenarnya tidak demikian. Sebab, sebagaimana keterangan medis, pada tato, tidak ada lapisan yang menghalangi kulit dari terkena basah air. Hal ini karena tinta tatto itu bukan merupakan selaput yang menutup kulit, melainkan tinta yang masuk ke dalam bagian dalam kulit.
Banyak perbedaan pendapat justru muncul pada keharusan menghapus tatto. Menurut al-Syaikh ‘Abd al-Muhsin al-’Abbād, al-Imām al-Nawāwī, dan Ibnu Hajar, bila tatto dilakukan setelah baligh dengan kemauan sendiri, maka diwajibkan untuk menghilangkannya asalkan mengilangkan tatoo tersebut tidak sampai merusak anggota tubuh (kulit) yang tertatto atau menimbulkan rasa sakit yang di atas kewajaran. Bila demikian, maka tidak diharuskan menghilangkannya dan cukup bertaubat dan sah shalatnya.
Begitulah perdebatan yang terjadi di kalangan Fuqahā’, paling tidak ada dua hal penting yang dapat disimpulkan : (1) para Fuqahā’ juga menunjukkan bahwa, diinjau dari segi fikih, mashlahah pembuatan tatto lebih sedikit dari mafsadahnya. Dan (2) meskipun ada beberapa ahli fikih yang toleran dalam menyikapi permaslahan memasang maupun menghapus tatto, namun semuanya menekankan agar sebisa mungkin tatto dijauhi.
Memahami hadis tentang dilarangnya tatto : Tinjauan Sosial-Budaya
Bab ini, akan mencoba menjelaskan pokok bahasan dalam makalah ini (tatto dalam perspektif budaya), ditinjau dari hukum Islam ke-dua : hadis Nabi SAW. Sebuah teks hadits yang telah diriwayatkan oleh al- Bukhārī nomor 5476 berbunyi :
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
“Rasulullah melaknat wanita yang menyambung rambutnya, melakukan tato di wajahnya, menghilangkan rambut dari wajahnya, menyambung giginya, demi kecantikan, karena mereka telah merubah ciptaan Allah".
Jika dikaji kulitas hadits tersebut maka akan dijumpai bahwa rantaian para rawi yang terdapat dalam sanad tersebut dapat dinilai shahih karena tidak ada satupun rawi di dalamnya dinilai “buruk”. Juga dari proses takhrīj, hadits ini menunjukkan banyaknya hadits pendukung yang juga diriwayatkan oleh para mukharrij lainnya seperti yang tercantum di bawah ini : Muslim no. 3966, Turmūdzī no. 2706, Nasā’ī no. 5011, 5018, 5019, 5020, 5157, 5158, 5159, Abū Dāwūd no. 3638, Ibn Mājah no. 1979, Ahmad no. 3687, 3749, 3759, 3760, 3881, 3919, 4010, 4058, 4114, 4171, 4196, 3202, dan 2533.
Untuk dapat memahami hadis dengan pemahaman yang benar dan tepat, haruslah diketahui kondisi yang meliputinya, serta di mana dan untuk tujuan apa ia diucapkan.[14]Adalah perlu dipertimbangkan bahwa sebagian hadis adalah berdasarkan suatu kebiasaan (baca : tradisi) temporer di masa itu. Karenanya, tak salah jika kita berpegang kepada makna kandungannya, bukan kepada maknanya secara literal, Inilah yang kemudian mendasari apa yang disebut dengan kontekstualisasi. Bahwa hadis – hadis Nabi terikat dengan kondisi masyarakat di zaman itu, dan para pembacanya, terikat dengan kondisi ia berada. Karenanya tak heran jika kontekstualisasi telah terjadi hampir di setiap proses pemahaman hadis Nabi.
Adapun konteks sosio-historis saat hadis itu muncul, baik yang mikro maupun makro, dapat dibaca dari paparan Ibn Hajar al-’Asqalānī dalam Fath al-Bārī bi Syarh al-Bukhārī sebagaimana berikut :
al-Wāsyimāt adalah jam’ dari kata Wāsyimah yang berarti orang yang menatto, sedang al-Mustausyimāt adalah jam’ dari kata Musytausyimah yang berarti orang yang meminta ditatto…berkata para pakar bahasa (Arab): al-Wasym adalah menusukkan jarum atau benda lain (yang sepertinya) ke salah satu anggota tubuh sampai keluar darah, kemudian diberi sesuatu hingga berwarna hijau…Imām Abū Dāwūd dalam Sunan-nya menyebutkan: al-Wāsyimah adalah orang yang membuat tanda di wajahnya dengan pewarna ataupun tinta
Penjelasan ini mngindikasikan bahwa tattoo yang dimaksud pada zaman nabi adalah sudah sebagaimana klasifikasi yang dipaparkan pada bab pertama. Sehingga baik yang permanen maupun yang temporal, dua – duanya telah ada pada zaman Nabi SAW. Sehingga pelarangan ini berlaku bagi keduanya.
Dalam hal tatto temporal, keharaman ini didukung oleh firman Allah dalam al –Nisā’ ayat 119 yang berbunyi :
öNßg¨Y¯=ÅÊ_{ur öNßg¨Yt�ÏiYtB_{ur öNßg¯Rt�ãBUyur £`à6ÏnGu;ã‹n=sù šc#sŒ#uä ÉO»yè÷RF{$# öNåk¨Xz�ßDUyur žcçŽÉi�tóãŠn=sù šYù=yz «!$# 4 `tBur É‹Ï‚Ftƒ z`»sÜø‹¤±9$# $wŠÏ9ur `ÏiB Âcrߊ «!$# ô‰s)sù t�Å¡yz $ZR#t�ó¡äz $YY�Î6•B ÇÊÊÒÈ
Artinya: “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”
Dalam tafsir Aisar al-Tafāsīr, Ibn Jauzī, dan al-Tsa’labī berpendapat bahwa makna kalimat mengubah ciptaan Allah salah satunya adalah dengan mentato
Kesimpulan
Pada akhirnya, setelah menilik beberapa permasalahan yang berkaitan dengan tatto dan juga respon yang timbul dari kalangan ulama dan juga para medis, maka pemakalah berkesimpulan bahwa pemasangan tatto dalam bentuk temporalnya ataupun permanen tidak diperbolehkan. Hal ini berdasarkan pertimbangan akan:
(1) banyaknya madlarat yang timbul dibandingkan maslahat yang ada pada pemakaian tatto baik dari segi kesehatan maupun hukum Islam (al-Mayaqqah fī adā’ al-Ahkām) Karena pada hakikatnya, dengan mentatto diri berarti sama dengan menyiksa diri. Menyiksa karena terasa sakit dalam proses membuatnya, juga menghilangkannya. Karena satu dari dua cara untuk menghilangkannya adalah dengan disetrika atau anda dapat memilih teknologi laser yang biaya operasionalnya diperkirakan di atas 50 juta rupiah; dalam hal ini berlaku kaidah : “al-Dhararu Yuzāl.”
(2) Pemakaian tattoo mengandung unsur Syubhāt, karena kebanyakan kita tentu ‘Awwām tentang bahan – bahan yang digunakan. Maka dalam hal ini berlaku Man ittaqā al-Syubhāt fa qad fī ‘irdhihi wa dīnihi.
(3) Dari segi historis, perubahan persepsi tentang tattoo cenderung mengalami perubahan yang lebih jelek. Karena orientasi seni tak hanya bisa ditunjukkan dengan tattoo, tetapi masih banyak cara lain yang lebih elegan; dan
(4) Meskipun secara kultural, tattoo telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan masyarakat, hal ini tidak bisa serta merta dijadikan legitimasi akan bolehnya membuat tattoo. Budaya yang ada adalah netral dan sama sekali tidak mengindikasikan bahwa pemakaian tattoo dewasa ini “legal” dan “baik”.
Wa allāhu A’lam bi al-Shawāb
dunia kejahatan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kini tato juga dipandang bagian dari ‘produk' kecantikan. Kaum penggemarnya pun makin meluas hingga ke kalangan selebriti, olahragawan, eksekutif muda, remaja, dan ibu-ibu rumah tangga.
Terutama bagi kalangan remaja, perkembangannya begitu pesat. Berdasarkan sebuah survei di Amerika Serikat yang dilakukan dua tahun lalu, sekitar 36% remaja (usia 14 tahun) di negeri itu, hampir dipastikan di tubuhnya ada rajahan tokoh-tokoh idola, bunga, serta berbagai ornamen lainnya.
Namun, di sisi lain, ada fenomena yang berbeda. Alih-alih populasi penggemarnya terus meningkat, arus balik dari kaum bertato pun tak kalah derasnya. Untuk soal yang terakhir itu, bisa disimak dari hasil survei terbaru pada akhir tahun lalu. Dalam survei tersebut diungkapkan bahwa dari sekitar 10 juta orang yang bertato, 50% di antaranya ternyata malah berniat menghilangkan rajahan itu. Banyak alasan yang dikemukakan mereka. Mulai dari sulit mencari pekerjaan hingga merasa bosan. Bahkan tak sedikit di antaranya yang menyatakan menyesal.
Jika dicermati lebih jauh, dari mereka yang menyesal, ternyata ada motif yang menarik. Kata mereka, tato juga berdampak buruk terhadap kesehatan. Salah satu contohnya, seperti yang dialami oleh Karl Fredrik Ljungberg, pesepak bola hebat yang kini bermain di Arsenal. Sudah sembilan tahun pria yang kini berusia 30 tahun ini bergabung di klub papan atas Liga Inggris itu. Tapi, kehebatannya mengocek bola di lapangan, nyaris tak pernah terlihat lagi, paling tidak, selama tiga tahun terakhir. Pasalnya, sejak saat itu, ia lebih sering duduk di bangku cadangan.
Ternyata sang pelatih Arsenal mempunyai alasan kuat untuk mengistirahatkan Ljungberg selama itu. Gara-garanya, pemain berkebangsaan Swedia ini kerap terserang sakit kepala (migren) secara tiba-tiba dan tanpa sebab. Celakanya pula, pusing di kepalanya itu bisa berlangsung selama dua minggu.
Tak kurang dari tim dokter yang menanganinya pun dibuat puyeng. Mereka membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk melacak penyakit sang idola. Semula, tim dokter menyangka bahwa pusing di kepala Ljungberg karena kanker. Tapi, setelah melalui proses pemeriksaan yang panjang, akhirnya (pada Mei 2005) ketahuan juga biang keroknya: karena racun yang berasal dari tinta tato di tubuhnya.
Layaknya kebanyakan selebriti dunia, begitu pula yang dilakukan Ljungberg. Ia merajah tubuhnya dengan dua gambar panther (macan kumbang), masing-masing di sisi kanan perut dan punggungnya. Menurut dokter yang memeriksanya, Ljungberg ternyata alergi dengan tinta tato. Dan alergi ini menimbulkan reaksi pada jaringan getah bening yang ada di pinggang, sehingga menyebabkan peradangan pada jaringan saraf. Saraf yang terganggu inilah yang ditenggarai memicu migren.
Kasus hampir serupa juga dialami oleh seorang remaja yang tinggal di Burlington, Vermont, Amerika. Bahkan efek buruk yang dirasakan oleh pemuda berusia 19 tahun ini lebih hebat lagi. Gara-gara rajahan di tubuhnya, ia divonis mengidap penyakit amat berbahaya dan belum ada obatnya, yakni systemic lupus erythematosus (Lupus). Menurut dokter yang menanganinya, ia bisa terjangkit Lupus karena tercemar virus yang berasal dari jarum tato.
Sejatinya pula, mereka yang gemar merajah tubuh memang berisiko tinggi terserang berbagai penyakit. Soalnya, merajah juga berarti melukai badan. "Dari luka inilah lazimnya banyak bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh," ujar Dr. Irma Bernadette Simbolon, dermatovenereulogist (dokter ahli kulit) dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Bahkan rasa sakit itu telah dirasakan sejak awal, ketika jarum tato mulai menusuk-nusuk bagian tubuh yang dirajah. Kerap, luka yang ditimbulkannya pun mengakibatkan iritasi sehingga berpeluang terinfeksi. Jika begitu kejadiannya, si ‘korban' akan mengalami demam dengan suhu tinggi. Dengan kondisi selemah itu, niscaya tubuh semakin rentan terserang bibit penyakit.
Biaya Menghapusnya Sangat Mahal
Risiko lainnya adalah kemungkinan buruk yang ditimbulkan oleh jarum tato. Karena sering digunakan berkali-kali, sehingga berpeluang terkontaminasi bibit penyakit jadi lebih leluasa menular. Dan penularan jadi lebih efektif karena jarum kerap menusuk hingga ke pembuluh darah serta jaringan saraf. Agar aman, seharusnya setiap jarum dipastikan dalam keadaan steril dan hanya digunakan sekali saja.
Begitu pula halnya dengan tinta tato. Umumnya yang banyak beredar di pasaran, tinta itu dibuat dari bahan kimia yang patut dikelompokkan ke dalam unsur logam berat, seperti arsenik, mercury, perak, emas, dan bismuth, yang berbahaya buat kesehatan. Lain halnya dengan tinta tato yang biasa digunakan oleh sejumlah penduduk asli di pedalaman. Karena dibuat dari ramuan tumbuhan-tumbuhan, tinta itu cenderung lebih aman.
Dalam ilmu kedokteran, merajah tubuh didefinisikan sebagai tindakan sengaja yang berpotensi menimbulkan kelainan pada kulit. Selain karena tato, kelainan pada kulit juga bisa disebabkan oleh sengatan sinar matahari yang berlebihan, pengaruh obat-obatan, dan terkena bahan kimia. Dan prinsipnya, semakin luas permukaan tubuh yang ditato, maka akan semakin besar pula risiko gangguannya. "Jika gambar tatonya sudah mencapai setengah dari permukaan tubuh, besar kemungkinan tubuh orang tersebut sudah keracunan," kata Irma.
Boleh jadi karena didorong oleh kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan, menurut Irma, tren kalangan bertato yang berniat menghilangkan rajahan di tubuhnya belakangan ini cukup tinggi. Lihat saja mereka yang datang ke kliniknya. "Dalam sebulan, rata-rata saya menangani tiga pasien yang ingin menghilangkan gambar tatonya," ujar dokter yang juga menjadi staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Prinsipnya, untuk menghilangkan tato, lapisan kulit yang terajah harus dikelupas atau dibakar. Untuk itu, teknik terbaru yang paling diminati adalah dengan sinar laser (Q-switched laser), yang di Indonesia mulai dikenal sejak 1990. Keunggulan dari cara ini tidak akan menimbulkan rasa sakit. Hal itu memungkinkan karena sebelum dilakukan penyinaran, si pasien akan dibius lokal. Selain itu, hasilnya pun bisa maksimal, yakni gambar rajahan bisa dihilangkan secara tuntas.
Kalau saja ada kekurangannya, itu adalah biayanya yang tak sedikit. Untuk ukuran kebanyakan, biaya itu bahkan terbilang amat mahal. Hanya untuk menghilangkan tato seukuran kartu kredit, minimal dibutuhkan Rp 50 juta-masih jauh lebih mahal ketimbang ongkos untuk merajahnya yang berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Bayangkan, berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk menghilangkan rajahan yang ada di seluruh tubuh?
Biaya menghapus tato dengan teknik Q-switched bisa jadi mahal karena investasinya memang tergolong tinggi. Hanya untuk pengadaan peralatannya saja dibutuhkan modal sampai Rp 1 miliar.
Dengan tato, karena merasa lebih gagah atau cantik, memang bisa mendorong seseorang jadi tambah percaya diri. Tapi, jika mengingat efek buruknya, kegemaran yang satu ini jadi begitu menakutkan. Boro-boro bisa pamer keindahan, kita malah berisiko terjangkit penyakit berbahaya. Karena itu, masih berminat dirajah?
Pandangan para pakar hukum Islam mengenai konsumsi masyarakat terhadap tatto
Jika demikian kondisi sebenarnya dari tatto dilihat dari pandangan medis, maka ada beberapa pendapat dari para pakar hukum Islam menyikapi fenomena semakin merebaknya tatto di masyarakat.
Dalam fikih Islam klasik, pro dan kontra yang timbul pada permasalahan tatto bukanlah semata – mata berada pada kisaran boleh atau tidaknya menorehkan tatto pada tubuh kita. Karena mayoritas ulama setuju dengan pengharaman tatto karena dua alasan pokok: (1) mengandung unsur menyakiti diri sendiri (Dharar). Dan (2) dianggap sebagai orang yang kufur akan nikmat Allah karena telah merubah ciptaan Allah. Dan (3) memiliki tatto menyebabkan seseorang tidak sah sholatnya, karena tidak memenuhi syarat sahnya sholat : suci pakaian dan badan, dan tempat. Hal ini dikarenakan tinta atau zat pewarna yang digunakan dalam tatto dianggap najis karena bisa dipastikan terkena atau tercampur darah saat proses penusukan jarum tatto. Serta ada anggapan bahwa (4) tatto dapat menghalangi air masuk ke dalam kulit ketika berwudlu dan juga mandi besar.
Meskipun demikian, Sebagian kelompok yang agak toleran menyatakan bahwa yang membuat tatto itu haram adalah proses membuatnya. Adapun masalah tinta yang menutupi kulit, maka sebenarnya tidak demikian. Sebab, sebagaimana keterangan medis, pada tato, tidak ada lapisan yang menghalangi kulit dari terkena basah air. Hal ini karena tinta tatto itu bukan merupakan selaput yang menutup kulit, melainkan tinta yang masuk ke dalam bagian dalam kulit.
Banyak perbedaan pendapat justru muncul pada keharusan menghapus tatto. Menurut al-Syaikh ‘Abd al-Muhsin al-’Abbād, al-Imām al-Nawāwī, dan Ibnu Hajar, bila tatto dilakukan setelah baligh dengan kemauan sendiri, maka diwajibkan untuk menghilangkannya asalkan mengilangkan tatoo tersebut tidak sampai merusak anggota tubuh (kulit) yang tertatto atau menimbulkan rasa sakit yang di atas kewajaran. Bila demikian, maka tidak diharuskan menghilangkannya dan cukup bertaubat dan sah shalatnya.
Begitulah perdebatan yang terjadi di kalangan Fuqahā’, paling tidak ada dua hal penting yang dapat disimpulkan : (1) para Fuqahā’ juga menunjukkan bahwa, diinjau dari segi fikih, mashlahah pembuatan tatto lebih sedikit dari mafsadahnya. Dan (2) meskipun ada beberapa ahli fikih yang toleran dalam menyikapi permaslahan memasang maupun menghapus tatto, namun semuanya menekankan agar sebisa mungkin tatto dijauhi.
Memahami hadis tentang dilarangnya tatto : Tinjauan Sosial-Budaya
Bab ini, akan mencoba menjelaskan pokok bahasan dalam makalah ini (tatto dalam perspektif budaya), ditinjau dari hukum Islam ke-dua : hadis Nabi SAW. Sebuah teks hadits yang telah diriwayatkan oleh al- Bukhārī nomor 5476 berbunyi :
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
“Rasulullah melaknat wanita yang menyambung rambutnya, melakukan tato di wajahnya, menghilangkan rambut dari wajahnya, menyambung giginya, demi kecantikan, karena mereka telah merubah ciptaan Allah".
Jika dikaji kulitas hadits tersebut maka akan dijumpai bahwa rantaian para rawi yang terdapat dalam sanad tersebut dapat dinilai shahih karena tidak ada satupun rawi di dalamnya dinilai “buruk”. Juga dari proses takhrīj, hadits ini menunjukkan banyaknya hadits pendukung yang juga diriwayatkan oleh para mukharrij lainnya seperti yang tercantum di bawah ini : Muslim no. 3966, Turmūdzī no. 2706, Nasā’ī no. 5011, 5018, 5019, 5020, 5157, 5158, 5159, Abū Dāwūd no. 3638, Ibn Mājah no. 1979, Ahmad no. 3687, 3749, 3759, 3760, 3881, 3919, 4010, 4058, 4114, 4171, 4196, 3202, dan 2533.
Untuk dapat memahami hadis dengan pemahaman yang benar dan tepat, haruslah diketahui kondisi yang meliputinya, serta di mana dan untuk tujuan apa ia diucapkan.[14]Adalah perlu dipertimbangkan bahwa sebagian hadis adalah berdasarkan suatu kebiasaan (baca : tradisi) temporer di masa itu. Karenanya, tak salah jika kita berpegang kepada makna kandungannya, bukan kepada maknanya secara literal, Inilah yang kemudian mendasari apa yang disebut dengan kontekstualisasi. Bahwa hadis – hadis Nabi terikat dengan kondisi masyarakat di zaman itu, dan para pembacanya, terikat dengan kondisi ia berada. Karenanya tak heran jika kontekstualisasi telah terjadi hampir di setiap proses pemahaman hadis Nabi.
Adapun konteks sosio-historis saat hadis itu muncul, baik yang mikro maupun makro, dapat dibaca dari paparan Ibn Hajar al-’Asqalānī dalam Fath al-Bārī bi Syarh al-Bukhārī sebagaimana berikut :
al-Wāsyimāt adalah jam’ dari kata Wāsyimah yang berarti orang yang menatto, sedang al-Mustausyimāt adalah jam’ dari kata Musytausyimah yang berarti orang yang meminta ditatto…berkata para pakar bahasa (Arab): al-Wasym adalah menusukkan jarum atau benda lain (yang sepertinya) ke salah satu anggota tubuh sampai keluar darah, kemudian diberi sesuatu hingga berwarna hijau…Imām Abū Dāwūd dalam Sunan-nya menyebutkan: al-Wāsyimah adalah orang yang membuat tanda di wajahnya dengan pewarna ataupun tinta
Penjelasan ini mngindikasikan bahwa tattoo yang dimaksud pada zaman nabi adalah sudah sebagaimana klasifikasi yang dipaparkan pada bab pertama. Sehingga baik yang permanen maupun yang temporal, dua – duanya telah ada pada zaman Nabi SAW. Sehingga pelarangan ini berlaku bagi keduanya.
Dalam hal tatto temporal, keharaman ini didukung oleh firman Allah dalam al –Nisā’ ayat 119 yang berbunyi :
öNßg¨Y¯=ÅÊ_{ur öNßg¨Yt�ÏiYtB_{ur öNßg¯Rt�ãBUyur £`à6ÏnGu;ã‹n=sù šc#sŒ#uä ÉO»yè÷RF{$# öNåk¨Xz�ßDUyur žcçŽÉi�tóãŠn=sù šYù=yz «!$# 4 `tBur É‹Ï‚Ftƒ z`»sÜø‹¤±9$# $wŠÏ9ur `ÏiB Âcrߊ «!$# ô‰s)sù t�Å¡yz $ZR#t�ó¡äz $YY�Î6•B ÇÊÊÒÈ
Artinya: “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”
Dalam tafsir Aisar al-Tafāsīr, Ibn Jauzī, dan al-Tsa’labī berpendapat bahwa makna kalimat mengubah ciptaan Allah salah satunya adalah dengan mentato
Kesimpulan
Pada akhirnya, setelah menilik beberapa permasalahan yang berkaitan dengan tatto dan juga respon yang timbul dari kalangan ulama dan juga para medis, maka pemakalah berkesimpulan bahwa pemasangan tatto dalam bentuk temporalnya ataupun permanen tidak diperbolehkan. Hal ini berdasarkan pertimbangan akan:
(1) banyaknya madlarat yang timbul dibandingkan maslahat yang ada pada pemakaian tatto baik dari segi kesehatan maupun hukum Islam (al-Mayaqqah fī adā’ al-Ahkām) Karena pada hakikatnya, dengan mentatto diri berarti sama dengan menyiksa diri. Menyiksa karena terasa sakit dalam proses membuatnya, juga menghilangkannya. Karena satu dari dua cara untuk menghilangkannya adalah dengan disetrika atau anda dapat memilih teknologi laser yang biaya operasionalnya diperkirakan di atas 50 juta rupiah; dalam hal ini berlaku kaidah : “al-Dhararu Yuzāl.”
(2) Pemakaian tattoo mengandung unsur Syubhāt, karena kebanyakan kita tentu ‘Awwām tentang bahan – bahan yang digunakan. Maka dalam hal ini berlaku Man ittaqā al-Syubhāt fa qad fī ‘irdhihi wa dīnihi.
(3) Dari segi historis, perubahan persepsi tentang tattoo cenderung mengalami perubahan yang lebih jelek. Karena orientasi seni tak hanya bisa ditunjukkan dengan tattoo, tetapi masih banyak cara lain yang lebih elegan; dan
(4) Meskipun secara kultural, tattoo telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan masyarakat, hal ini tidak bisa serta merta dijadikan legitimasi akan bolehnya membuat tattoo. Budaya yang ada adalah netral dan sama sekali tidak mengindikasikan bahwa pemakaian tattoo dewasa ini “legal” dan “baik”.
Wa allāhu A’lam bi al-Shawāb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar