“ Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya
salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaanya
dari ibadat-ibadat lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.(QS. Al Ankabut, 29:45)
SHALAT: Definisi dan Pengertiannya Secara Umum
Salat,
merupakan salah satu rukun Islam ke dua dari lima rukun yang harus
dikerjakan oleh umat Islam diseluruh penjuru dunia, sejak diturunkannya
hingga menjelang hari kiamat. Dan jika kita mau menteliti lebih jauh
tentang praktek solat yang kita kerjakan setiap hari, maka pasti akan
kita temukan bahwa, shalat pada dasarnya mengandung bebagai macam do’a
dan permohonan yang ditujukan kepada penguasa jagad raya, namun dalam
pelaksanaannya ia mempunyai sarat-sarat khusus yang harus dipenuhi demi
mencapai kesempurnaan. Adapun penggunaan kata salat yang berarti do’a
dapat kita temukan didalam al-qur’an:
(وصل عليهم ان صلاتك سكن لهم) أى أدع لهم
“berdoalah kamu untuk mereka karna sesungguhnya do’amu adalah ketenangan bagi mereka”.
Sehingga,
secara etimologi shalat bisa diartikan sebagai do’a, seperti contoh
yang sudah kami kemukakan diatas. Selain bermakna do’a salat juga
mempunyai banyak arti diantaranya; rahmat, barokah, dan ta’dzim yang
contoh-contohnya banyak kita temukan dalam al-qur’an.
Sedangkan
pengertian salat dalam hukum Islam, adalah praktek ibadah wajib, yang
didalamnya mengandung ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan, yang
diawali dengan takbir (takbiratul ihram) bersamaan dengan niat, dan
diakhiri dengan salam .
Kedudukan dan Posisi Salat
Salat adalah tiangnya agama
Syiar Islam yang utama
SHALAT: Hikmah dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Mental
Secara garis besar “hikmah”
adalah, mengenal dan memahami apa rahasia dari segala sesuatu yang ada
di dunia ini. Sehubungan dengan pengertian hikmah tersebut dalam
pembahasan ini kita akan meneliti tentang apa sebenarnya rahasia yang
terkandung didalam shalat serta pengaruhnya kepada musalli. Namun perlu
di fahami bahwa tidak semua orang yang sudah melaksanakan shalat akan
selalu mendapatkan hikmah yang sudah di janjikan oleh Allah kepadanya
(musalli), karna berhasil atau tidak seorang musalli dalam meraih hikmah
shalat, sebenarnya tergantung kepada kesungguhan dan usaha mereka dalam
mengerjakan shalat itu sendiri. Oleh karenanya mengapa al-qur’an
ataupun hadist-hadis Nabi yang sahih dalam menyerukan perintah untuk
shalat tidak pernah menggunakan istilah “ kerjakanlah shalat” melainkan
“dirikanlah shalat”?. Hal ini karena memang terdapat perbedaan yang
significan (penting) diantara kedua istilah tersebut. Dengan memilih
istilah dirikanlah shalat, Allah telah memberikan isyarat kepada setiap
musalli dalam pelaksanaan shalat, agar bisa membuahkan hasil nyata dalam
kehidupan riil sehari-hari, janganlah berpedoman hanya sekedar
formalitas untuk menggugurkan kewajiban agama, melainkan harus kita
tanamkan kesungguhan dan komitment yang tinggi dalam hati, yaitu dengan
memenuhi segala syarat, rukun sunnah, larangan shalat secara sempurna,
serta segala sesuatu yang merupakan bagian dari kesempurnaan shalat.
I. Menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran
Dalam
dunia ini tuhan yang maha pengasih telah menciptakan segala sesuatu
secara berpasang-pasangan, ini sudah menjadi sunnatullah yang sudah
tidak bisa di ingkari kebenarannya. Separti halnya di ciptakannya siang
pasti ada juga malam, ada yang kaya dan ada pula yang miskin, ada yang
tampan ada juga yang jelek. Begitu pula manusia dalam mengarungi
kehidupan ini pasti akan senantiasa dihadapkan kepada dua jalan yang
harus kita pilih; jalan yang benar, dan jalan yang sesat. Akan tetapi
permasalahanya setan dan sekutunya tidak akan pernah membiarkan kita
menapaki jalan yang benar, mereka akan selalu menggoda kita melalui
berbagai macam daya dan upaya agar manusia terjerumus dalam lubang
kenistaan. Namun bagi kamu muslimin yang ingin menghindarinya, Allah
sudah menyiapkan penangkalnya, yaitu dengan cara berserah diri kepada
Allah, dengan cara melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
Diantaranya dengan mendirikan shalat, Allah s.w.t berfirman:
“ dan dirikanlah shalat, karena sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari yang keji dan mungkar”. (QS. Al-Ankabut ……….)
“jadikanlah
sabar dan shalat sebagi penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusy’. (Al-Baqarah 2:45)
“sesungguhnya
telah mendapat kemenangan orang-orang yang beriman. Yaitu orang yang
khusu’ dalam shalat mereka. Dan orang yang berpaling dari
perkara-perkara yang tidak berguna”. (Al-Mu’minun 23: 1-3)
Dari
ayat-ayat diatas dapat kita ketahui bahwa salah satu kunci kebehasilan
untuk bisa terhindar dari perbuatan keji dan mungkar adalah dengan
mendirikan shalat, yaitu memenuhi sunnah-sunnahnya, rukun-rukunnya, dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan kesempurnaan shalat, maka
sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang telah mendapatkan
kemenangan. Akan tetapi tuhan juga mengingatkan bahwa kunci keberhasilan
itu sulit di lakukan kecuali bagi mereka yang serius(khusyu’) dan
berkomitmen tinggi, sehingga mereka dalam melakukan shalat bisa
bersungguh-sungguh dan menjadi ringan dalam beribadah tanpa ada hambatan
sedikitpun. Nah apabila seorang muslim sudah mampu mendirikan shalat
secara benar dan istiqomah (terus-menerus), maka tanpa disadari sedikit
demi sedikit mereka akan menghilangkan atribut apapun yang ada
dipundaknya (pangkat, jabatan maupun kekayaan), ego-nyapun yang selama
ini merupakan pusat kendali anggota tubuh, akan serta-merta terkikis
habis. Ia akan sadar bahwa satu-satunya julukan yang pantas bagi mereka,
yaitu sebagai bagian dari alam yang bernama manusia, yang mempunyai
segala bentuk kelemahan dan kekurangan. Oleh karenanya segala perbuatan
yang hedak dilakukannya secara naluri akan terfilter dengan sendirinya,
karna dirinya selalu sedang diawasi oleh yang maha Esa, dia akan selalu
ingat bahwa Allah lebih dekat dari pada urat nadi dan mengetahui segala
sesuatu yang ia kerjakan .
Secara
logika, apabila hati dan nurani terus menerus diasah oleh rasa tawadlu,
rendah diri, dan menyadari bahwa mereka adalah hamba Allah yang hina
dina dan tercipta hanya semat-mata untuk beribadah kepada-Nya, maka hati
kita akan menjadi sangat tajam dan bersih dari kotor karat yang bisa
memudarkan kejernihannya. Maka begitu shalat selesai, musalli telah
memiliki kekuatan baru yang di peroleh dari hasil kerja ruhani yang
didirikannya. Dan nur cahaya ilahi akan segera membias ke seluruh tubuh
musalli, jiwanyapun akan tercerahkan olehnya. Ia akan merasa ringan dan
mantap dalam mengerjakan segala hal yang menjadi keinginannya,
kemantapan inilah yang membantunya meraih kesuksesan dalam hidup dan
berimplikasi kepada semua tindakan dan perbuatan yang akan dilakukannya,
tanpa bisa terbujuk oleh rayuan setan yang menyesatkan. Prof.H. A.
Rivay Siregar dalam bukunya Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme
menjelaskan bahwa, apabila hati sudah bersih dari noda dan sifat
tercela, maka berarti manusia telah kembali kepada kemanusiaannya yang
hakiki sehingga ia akan merefleksikan kebenaran sebagaimana adanya.
Karena kata hati dan mata hati telah terbebas dari pernghalang antara
dia dan realitas, maka ia akan dapat “menangkap kebenaran” dari sumber
aslinya. Wawasannya akan terbebas dari kepentingan diri sendiri dan
terhindar dari kekeliruan.
Kalau
kita amati lebih jauh, kiranya dapat kita fahami bahwa apabila aqidah
sudah kita tanamkan dalam lubuk hati yang paling dalam, dan ibadah kita
laksanakan secara benar, maka akan melahirkan akhlak (moral) yang
terpuji. Hal ini terbukti bahwa sistimatik pengajaran Islam yang
diterapkan oleh rasulullah s.a.w, terutama pengajaran yang dimulai di
kota makkah dan kemudian dilanjutkan di madinah, beliau mulai dengan
pembersiahan akidah terlebih dahulu dari segala gejala syirik, kurafat
dan takhyul. Kemudian dibarengi dengan pembinaan mental dan pemurnian
akhlak. Kurang lebih dua tahun lagi menjelang hijrah kemadinah, ketika
beliau di isra’/mi’rajkan, maka datanglah perintah shalat lima waktu
dalam sehari semalam. Dari penjelasan diatasa kiranya dapat kita fahami
bahwa antara akidah, ibadah, dan akhlak merupakan tiga serangkai yang
tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pemantapan dan pemurnian akidah
akan mendorong manusia untuk dapat melaksanakan ibadah secara ikhlash
hanya kepada Allah, sehingga melahirkan akhlak yang mulia.
II. Memberikan ketenangan jiwa
Pada
dasarnya jiwa manusia akan dilanda kehampaan fikiran dan keletihan jiwa
setelah begitu lama dihadapkan dengan urusan-urusan dunia, hatinyapun
sering kali merasa gelisah dalam menghadapi cobaan yang datang silih
berganti. Mereka tidak tahu harus bagaimana menghadapinya karna
keterbatasan akal fikiran yang dimiliki, sehingga mereka membutuhkan
tempat mengadu, mencari ketenangan, serta jalan keluarnya. Ibarat
seorang pengembara, maka pada suatu saat dia akan berhenti sejenak untuk
bertanya arah yang benar sehingga ia bisa sampai kepada tempat yang
diinginkan, ataupun berhenti untuk sekedar beristirahat menghilangkan
segala penat dan melengkapi bekal perjalanan yang ia butuhkan. Begitulah
kiranya gambaran jiwa dan raga kita, pada suatu masa membutuhkan tempat
untuk beristirahat dan menenangkan diri setelah sekian lama bergelut
dengan urusan-urusan duniawi.
Oleh
karenanya Allah mewajibkan Salat sebanyak lima kali dalam sehari,
sebagai tempat peristirahatan jiwa dan raga kita. Karna pada hakikatnya
shalat adalah sarana yang tepat untuk memenuhi kebutuhan jiwa kita,
sehingga ia akan terlepas dari belenggu yang disebabkan oleh hal-hal
yang bersifat duniawi (materi). Jika dalam sehari semalam kita hanya
disibukkan oleh urusan-urusan duniawi saja, tanpa memperhatikan
kebutuhan rohani sehingga tidak ada keseimbangan diantara keduanya, maka
pada saat itulah kita sudah menggadaikan ketenangan dan ketentraman
jiwa kita yang sebenarnya merupakan kekayaan hakiki yang tidak bisa di
di tandingi oleh kekayaan materi. Kondisi kita akan terbelenggu oleh
hasrat duniawiah; seperti tamak akan harta benda, ambisi mendapatkan
kedudukan yang tinggi, dan keinginan untuk selalu mengikuti hawanafsu
yang hanya menjanjikan kesenangan dan kebahagiaan semu. Untuk
mengembalikan keseimbangan jiwa dan raga seperti sedia kala dan
menempatkan ruhani kembali kepada hakikatnya, maka kita harus banyak
mengingat dan beribadah kepadan-Nya, karna dengan mengingat-Nya hati
kita akan menemukan sebuah ketenangan dan kedamaian, “(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah, ingatlah,sesungguhnya dengan mengingat Allah hatimu
akan menjadi tentram. ( Arra’d 13:28)
Secara garis besar dalam pelaksanaannya, salat akan sangat berma’na jika terpenuhi tiga hal berikut ini:
1. Hati yang khusu’, serta jiwa yang bersih, dalam menghadap Ilahi
2. Lisan tak henti-hentinya memanjatkan dzikir dan do’a
3. Anggota badan merealisasikan bentuk pengagungan kita kepada Ilahi dengan gerakan-gerakan yang sudah di tentukan oleh Nabi
Tiga
persyaratan diatas, merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan oleh
musalli, dan tidak boleh terpisah-pisahkan. Didalam shalat kita harus
benar-benar memusatkan fikiran kepada satu objek(Allah), dan mencoba
untuk berserah diri secara utuh, bahwa kita adalah seorang hamba yang
hina yang sedang menghadap Tuhannya, lisan kitapun melakukan dzikir dan
doa, diiringi dengan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh anggota tubuh,
seperti melaksanakan takbir, ruku’, sujud duduk iftirasy, dan
sebagainya. Keadaan inilah yang sering kita kenal dengan istilah
“khusu’”(berserah diri seutuhnya), sehingga kita akan merasakan
kekosongan pikiran, terlepas dari semua beban yang ada, rasa benci,
sakit hati, iri, dengki, dan sifat-sifat buruk lainnya akan sirna, karna
ruh kita hanya tertuju kepada Allah semata. Sehingga jiwa kita akan
kembali fitrah, dan tidak akan mudah terpengaruh oleh dorongan hawa
nafsu. Allah telah mencerakan hatinya, menyegarkan jiwnya, dan
menurunkan hidayah kepadanya, sebagai bekal untuk menghadapi berbagai
tantangan dalam arena kehidupan ini.
Proses
inilah yang akan menghantarkan seorang muslim mencapai satu titik,
dimana jiwa dan raga kita akan sambung kepada Dzat yang maha tinggi, dan
berserah diri dengan sepenuh hati. Kita akan serta-merta terlepas dari
semua beban dan masalah yang sedang kita hadapi, karna jiwa, lisan, dan
tubuh, terpusatkan sepenuhnya untuk berserah diri dihadapan Ilahi.
Sehingga setelah menyelesaikan salat, musalli akan mendapatkan suasana
yang sama sekali baru; dia akan selalu mantap dan percaya diri dalam
melanjutkan aktivitasnya, fikirannya akan kembali jernih seperti baru
bangun dari tidur, dan tubuhpun akan terasa segar kembali, karna jiwa
dan raganya sudah tercerahkan oleh nur Ilahi, kondisi inilah yang sering
kita kenal dengan “Nafs muthmainnah” (jiwa yang tenang). Dilihat dari
psikologi manusia, maka jiwa yang tenang dapat dikatakan sebagai
“klimaks dari kebahagiaan”, puncak dari kenikmatan hidup manusia di
dunia dan merupkan wilayah tertinggi dari perkembangan rohani manusia
dan kemanusiaan. Dalam suasana dan kondisi yang demikianlah manusia
menemukan rasa kebebasan rohaniahnya, merdeka dari segala godaan,
bahagia sentosa dalam suasana aman dan damai tanpa kekhawatiran dan duka
cita. ....”barang siapa menyerahkan jiwa raganya kepada Allah seraya ia
berbuat kebaikan, baginya pahala dari sisi Tuhannya. Mereka tidak ada
rasa kekhawatiran dan tiada pula dukacita” (QS. 2:122)
Abu
Sangkan dalam bukunya”pelatihan shalat khusyu’”menjelaskan, bahwa
shalat merupakan suatu aktivitas jiwa yang termasuk dalam kajian ilmu
psikologi transpersonal, karna shalat adalah proses perjalanan spiritual
yang penuh makna yang dilakukan seorang manusia untuk menemui Tuhan
semesta alam. Salat dapat menjernihkan jiwa dan mengangkat pesolat untuk
mencapai taraf kesadaran yang lebih tinggi, dan pengalaman puncak.
Maka benarlah kiranya ketika al-Qur’an menjelaskan bahwa:
“sesungguhnya
manusia itu dijadikan(bersifat) loba dan kikir. Mengeluh apabila
kesusahan menimpanya, dan kikir apabila dianugerahi oleh kebaikan
(keuntungan). Kecuali orang-orang yang shalat. yang kepada shalat mereka
selalu mendirikannya”.(Al-Ma’aarij:19-23)
“ٍان صلاتي ونسكي ومحياى ومماتى لله رب العالمين ”
(Sesungguhnya, salatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanya untuk Allah semata) (Al-An’am:162)
Sebab itulah orang yang beriman dan selalu menjaga kesempurnaan shalatnya akan selalu ingat akan firman Allah:
”supaya
kamu tidak berputus asa karena ada yang luput daripadamu dan supaya
jangan terlalu gembira dengan apa yang datang kepadamu, dan Allah tidak
suka kepada orang-orang yang angkuh lagi sombong”(Al-Hadist:23)
“karena sesungguhnya beserta kesukaran itu ada kelapangan” (Al-Insyirah:5-6)
III. Melatih Kedisiplinan
Akhir-akhir
ini banyak sekali kita temui berbagai macam tindakan yang tidak
mencerminkan kedisiplinan terjadi diberbagai bidang lini kehidupan, hal
ini mempunyai faktor penyebab yang bervariatif. Sehingga berimplikasi
kepada kemunduran etika dan moral masyarakat yang tercermin dalam
tindakan nyata sehari-hari, maupun profesialisme didalam segala bidang;
ibadah, pekerjaan, pemerintahan dan sebagainya. Untuk memulihkan rasa
disiplin tersebut sepatutnya kita harus mempunyai kesabaran, kesadaran,
dan pendirian yang tinggi terhadap segala sesuatu yang telah menjadi
tanggung jawab dan kewajiban yang harus kita kerjakan sesuai dengan
aturan main yang telah ditentukan.
Salah
satu hikmah shalat selain dari dua perkara yang sudah kita bahas di
atas adalah, mendidik musalli untuk selalu disiplin dalam
menjalankannya, sesuai dengan waktu dan bilangannya yang dipraktekkan
melalui gerakan-gerakan tubuh, lisan (bacaan shalat) dan hati(niat).
Itulah sebagian dari kewajiban seorang musalli dalam melaksanaan shalat
yang menuntut kedisiplinan. Dan apabila ia berhasil memenuhinya dengan
tulus dan ikhlas semata-mata mencari ridla Tuhan, secara umum akan dapat
dipastikan bahwa ia akan bisa mencerminkan sikap disiplin dalam
kehidupannya.
“Maka hendaklah
kamu mendirikan shalat, karena sesungguhnya shalat itu atas orang-orang
mukmin adalah merupakan kewajiban yang telah ditentukan
waktunya”(An-Nisa’ :103)
“Jadikanlah
sabar dan Shalat sebagi penlongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’, (yaitu)
orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa
mereka kembali kepada-Nya” (Al-Baqarah 2: 45-46)
Dari
ayat-ayat diatas mencerminkan pengertian bahwa sesungguhnya
melaksanakan shalat dengan sempurna begitu sulit dan berat untuk
dilaksanakan, kecuali bagi mereka yang beriman dan mempunyai kesadaran
yang tinggi bahwa kepada Dia-lah kita semua akan kembali dan
mempertanggung jawabkan segala sesuatu yang telah kita lakukan di atas
bumi ini. Didalam shalat musalli dituntut untuk bisa melaksanakan semua
gerakan-gerakan; badan, jiwa, dan akal fikiran sesuai dengan perintah
Allah yang didemonstasikan oleh Nabi di depan para sahabat-sahabatnya “
Shalatlah kamu sebagaimana kamu lihat aku shalat” ( H.R. Bukhari dan
Muslim). Nabi s.a.w juga pernah ditanya oleh sahabat Ibnu Mas’ud r.a:
“Apakah amalan yang paling disukai leh Allah s.w.t?
Rasul menjawab : mendirikan shalat di awal waktunya.
Saya bertanya lagi : sesudah itu apa?
Rasul menjawab : berbuat baik kepada ibu dan bapa
Saya bertanya lagi : sesudah itu apa lagi?
Rasul menjawab : jihad dijalan Allah
(H.R. Bukhari dan Muslim)
Jelaslah kiranya bahwa dengan
menjalankan ibadah shalat, sekaligus kita sudah melatih kedisiplinan
kita dalam mentaati semua peraturan yang berlaku, yang akan di
representasikan dalam kehidupan nyata, sehingga didalam setiap gerak
langkahnya akan tercermin kedisiplinan yang tinggi. Adapun cermin
kedisiplinan dalam praktek ibadah shalat seluruhnya tersimpul didalam
syarat-syarat, rukun-rukun dan segala sesuatu yang merupakan bagian dari
kesempurnaan shalat dapat kita cermati sebagai berikut:
Cermin kedisiplinan musalli sebelum memasuki shalat
1. memperhatikan waktu shalat
“Sesungguhnya shalat itu atas orang mukmin adalah merupaakan kewajiban yang telah ditentukan”(An-Nisa’ :103)
2. menyempurnakan wudlu’
“
Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mau mendirikan shalat,
hendaklah cuci mukamu, dan tanganmu sampai ke siku dan usaplah kepalamu,
dan cucilah kakimu sampai dua mata kaki dan jika kamu dalam keadaan
junub, maka hendaklah kamu bersuci (mandi)” (Al-Maidah :6)
“Allah tidak menerima shalat seseorang di antara kamu apabila ia berhadast, sehingga ia berwudlu” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3. memakai pakaian yang bersih serta suci dari najis
(Carikan dalilnya )
4. menutup aurat secara sempurna
(Carikan dalilnya )
5. menghadap ke arah kiblat
“Sesungguhnya
kami telah melihat mukamu berpaling-paling ke langit, lamu kamu
palingkan engkau ke arah qiblat yang engkau rida’i, karena itu
palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana-mana saja kamu
berada, hendaklah kamu palingkan mukamu ke arah fihaknya” (Al-Baqarah
:144)
“Apabila engkau hendak mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudlu’mu, kemudian menghadaplah ke arah kiblat” (H.R. Muslim)
6.
menyempurnakan perbuatan yang di anjurkan untuk dikerjakan sebelum
memasuki praktek shalat, seperti bersiwak, berwangi-wangian, dsb.
“
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah bersabda: seandainya
tidak (takut) memberatkan kepada umatku, maka saya memerintahkan mereka
untuk ber-siwak setiap akan melaksanakan shalat” (H.R. Muslim)
7. Didalam praktek shalat berjamaah kita harus meluruskan barisan, karna hal itu merupakan bagian dari kesempurnaan shalat
“Luruskanlah barisanmu, karena meluruskan barisan merupakan bagian dari kesempurnaan shalat” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Cermin kedisiplinan musalli ditengah-tengah shalat
1. Bagi seorang ma’mum dilarang untuk mendahului daripada gerakan imam
“
Wahai manusia, aku adalah imam kamu semua. Maka janganlah kamu
mendahului aku diwaktu ruku’ dan janganlah kamu mendahului aku di waktu
sujud, juga jangan waktu berdiri , duduk, maupun salam(H.R. Ahmad dan
Muslim).
2. Niat
“
Sesungguhnya segala perbuatan itu hendaklah disertai dengan niat. Dan
seseorang diganjar sesuai dengan niatnya” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3. Diwajibkan berdiri bagi yang mampu dalam setiap shalat fardlu
“
Berkata ‘Amran Bin Husain: saya berpenyakit bawazir, maka saya
menanyakannya kepada Nabi: shalatlah dengan berdiri, kalau engkau tidak
sangup, shalatlah dengan duduk, apabila masih tidak mampu, maka
shalatlah dengan berbaring” (H.R. Bukhari)
4. Takbiratul ihram. Membaca fatihah, ruku’, i’tidal serta tuma’ninah, sujud, duduk diantara dua sujud, duduk akhir
“
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Sesungguhnya Nabi s.a.w. pernah
masuk kedalam masjid, kemudian bersabda: apabila kamu berdiri shalat
bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah bagimu, kemudian ruku’lah
sehingga tuma’ninah dalam keadaan ruku’, lalu bangkitlah sehingga
i’tidal dalam keadaan berdiri, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah
dalam keadaan sujud, kemudian bangkitlah sehingga tum’aninah dalam
keadaan duduk, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan
sudud, kemudian berbuatlah demikian dalam semua shalatmu” (H.R. Bukhari
dan Muslim)
5. Membaca tasyahhud akhir
6. Membaca salawat atas Nabi Muhammad s.a.w
7. Salam
“
Aku melihat Nabi s.a.w memberi salam ke kanan dan ke kiri sehingga
kelihatan putih pipinya” (H.R. Ahamad, Muslim, An-Nasa’i, dan Ibnu
Majah)
8. Tertib dalam pelaksanaan semua rukun-rukun shalat.
“Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Jelaslah, bahwa shalat merupakan
sebuah kewajiban bagi semua kaum muslimin, yang telah ditentukan waktu
dan tatacara mengerjakannya. Dengan demikian meskipun kita telah mahir
di bidang agama sekalipun, akan tetapi tidak ada hak sedikitpun bagi
kita untuk menciptakan sendiri gerakan –gerakan shalat ataupun
bacaannya, karna semuanya sudah menjadi hak mutlak Allah sedangkan
kewajiban kita adalah mentaati dan menjalankannya dengan baik dan
sempurna. Tentunya untuk mencapai taraf pelaksanaan yang baik dan
sempurna diatas maka diperlukan kedisiplinan yang tinggi dalam
menjalankannya.
T.A. Lathief
Rousydy dalam bukunya Ruh Shalat dan Hikmahnya menjelaskan bahwa shalat
sekaligus melatih musalli supaya berdisiplin dan patuh kepada
aturan-aturan yang telah ditetapkan. Beliau juga menjelaskan bahwa mulai
dari yang bersifat gerakan badan, sampai kepada bacaan, serta niat yang
diucapkan oleh hati, semuanya haruslah sesuai dengan sunnah yang telah
di diskribsikan dan di praktekan langsung oleh beliau Muhammad pembawa
risalah Ilahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar