Ada Mayat di Kubah Masjid Nabawi !
Qubbatul Khadhra’
(kubah hijau) yang terlihat megah di Masjid Nabawi adalah menaungi
kuburan jasad Rasul Saw yang mulia didampingi kedua sahabatnya sekaligus
mertuanya yaitu Abu Bakar Siddiq ra, dan Umar bin Khattab ra.
Tempat
tersebut dahulunya adalah rumah baginda Rasul Saw karena setiap Rasul
yang diutus oleh Allah Swt dikuburkan di mana dia wafat. Sebagaimana
sabda Nabi Saw: Tidak dicabut nyawa seorang Nabi pun melainkan dikebumikan dimana dia wafat. (HR. Ibnu Majah)
Sejarah
bercerita, ketika Nabi sampai di Madinah, pertama sekali dikerjakan Nabi
Saw adalah membangun Masjid Nabawi dengan membeli tanah seharga 10
dinar kepunyaan dua orang anak yatim Sahl dan Suhail berukuran 3 x 30 m.
Bangunan
yang sederhana itu hanya berdindingkan tanah yang dikeringkan,
bertiangkan pohon kurma dan beratapkan pelepah kurma. Sebelah Timur
bangunan Masjid Nabawi dibangun rumah Nabi Saw, dan sebelah Barat
dibangun ruangan untuk orang-orang miskin dari kaum Muhajirin yang pada
akhirnya tempat itu dikenal dengan tempat ahli Suffah (karena mereka
tidur berbantalkan pelana kuda).
Baru pada
tahun ke-7 H, Nabi mengadakan perluasan Masjid Nabawi ke arah Timur,
Barat, dan Utara sehingga berbentuk bujursangkar 45 x 45 m dengan luas
mencapai 2.025 m2 dan program jangka panjang untuk memperluas
Masjid Nabawi seperti yang kita lihat sekarang ini diisyaratkan oleh
Nabi Saw dengan sabdanya menjelang wafat: “Selayaknya kita memperluas masjid ini”.
Hingga pada tahun ke-17 H, Amirul Mukminin Umar
bin Khattab khalifah kedua, memperluas ke arah Selatan dan Barat
masing-masing 5 m dan ke Utara 15 m, dan dilanjutkan oleh Usman bin
Affan khalifah ketiga memperluas ke arah Selatan, Utara dan Barat
masing-masing 5 m pada tahun ke-29 H.
Akhirnya
pada masa Khalifah Bani Umayyah Al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 88
H, memperluas ke semua sisi Masjid Nabawi termasuk ke arah Timur (rumah
Nabi) dan kamar-kamar isteri Nabi (hujurat) sehingga makam Nabi
Muhammad Saw, Abu Bakar Siddiq, dan Umar bin Khattab termasuk bagian
dari masjid dan berada di dalam masjid yang sebelumnya terpisah dari
masjid.
Inilah yang
menjadi pembahasan para ulama dan fukaha di dalam Fikih Islam, yaitu
mendirikan bagunan seperti rumah kubah, madrasah, dan masjid di atas
kuburan. Karena Nabi Saw bersabda : Allah mengutuk umat Yahudi dan Nasrani yang membuat kuburan para nabi mereka menjadi masjid-masjid (tempat peribadatan). (HR. Bukhari Muslim)
Hadis di
atas dipahami oleh sebagian ulama terutama di kalangan pengikut Syekh
Muhammad bin Abdul Wahab (Th. 1115 H/ 1703 M di Masjid Saudi Arabia, dan
aliran ini disebut oleh para rivalnya sebagai aliran Wahabiyah, dan di
Indonesia dengan aliran Salafi). Secara umum, tidak boleh melakukan
kegiatan ibadah di atas kuburan, berdoa menghadap kuburan, dan membangun
kubah di atas kuburan.
Sama ada di
atas tanah wakaf atau di atas tanah pribadi. Sama ada untuk tujuan
penghormatan atau mengambil berkah dan mengagungkan kuburan karena semua
itu adalah perbuatan sia-sia sebagaimana dipahami oleh Sayyid Sabiq di
dalam Fikih Sunnah-nya.
Sejalan
dengan tujuan berdirinya aliran Wahabiah ini untuk memurnikan Tauhid,
aliran ini cukup gencar memusnahkan kubah-kubah yang dibangun di atas
kuburan, batu-batu nisan yang bertuliskan nama-nama yang sudah wafat,
ayat-ayat Alquran yang tertulis di batu-batu nisan, kuburan-kuburan para
wali yang dikeramatkan agar jangan terjadi khurafat, syiruk dan bid’ah
di dalam Tauhid dan ibadah umat ini.
Dan siapa
saja di antara umat Islam yang melakukan itu mereka bukan lagi penganut
Tauhid yang sebenarnya, karena mereka meminta pertolongan bukan kepada
Tuhan lagi, melainkan dari syekh atau wali dan dari kekuatan gaib, dan
orang-orang yang demikian juga menjadi musyrik.
Kenyataan
itu dapat dilihat sampai sekarang, bagi jamaah haji yang berkunjung ke
makam Rasul, ke Baqi’, ke Ma’la, ke Uhud, dimana para penziarah diusir
karena mendoa menghadap ke kuburan Nabi Saw. Demikian juga bila kita
berziarah ke Baqi’ dan Uhud, tidak ada satu kuburan pun yang diberi nama
atau tanda untuk membedakan antara kuburan sahabat-sahabat yang senior,
para ahli hadis, bahkan kuburan Aisyah dan isteri-isteri Nabi pun tidak
dapat dibedakan. Kalau penziarah bertanya kepada para “Satpam” kuburan
baqi’ mana kuburan isteri Nabi? Mana kuburan Usman bin Affan? Mereka
hanya menjawab “ana la adri” (saya tidak tau).
Upaya Wahabi
untuk memurnikan Tauhid umat Islam lewat pemusnahan simbol-simbol
kuburan, batu nisan, dan kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan
dilakukan secara besar-besaran pada masa Raja Abdul Azis. Tepatnya pada 8
Syawal 1345 H, bertepatan 21 April 1925 M, dimana kuburan baqi’ yang
tersusun rapi di sana dimakamkan ahlil bait Nabi dan puluhan ribu para sahabat, termasuk kuburan Khadijah isteri Nabi yang pertama ummul mukminin (ibu dari orang-orang beriman) di Ma’la – Makkah, semuanya rata dengan tanah.
Terakhir ada
seorang manusia yang memanjat kubah hijau Masjid Nabawi untuk
dihancurkan, lalu disambar petir secara tiba-tiba dan mati. Mayatnya
melekat pada kubah hijau tersebut dan tidak dapat diturunkan sampai
sekarang. Syekh Zubaidy, ahli sejarah Madinah menceritakan ada seorang
soleh di kota Madinah bermimpi, dan terdengar suara yang mengatakan
“Tidak ada satu orang pun yang dapat menurunkan mayat tersebut, agar
orang yang belakangan hari dapat mengambil, i’tibar”. sumber foto
Hingga
sekarang mayat tersebut masih ada dan dapat disaksikan langsung dengan
mata kepala. Bagi yang tidak dapat berkunjung ke sana dapat mengakses
internet google “Ada Mayat di atas Kubah Masjid Nabawi”.
Pelajaran
yang dapat diambil dari kisah ini, terlepas dari kebenarannya, bahwa
kembali kepada Tauhid yang murni seperti zaman Rasul Saw adalah tujuan
dari dakwah Islam dan misi para Rasul dan umat Islam mesti menerimanya,
jika tidak ingin menjadi orang musyrik. Akan tetapi pemeliharaan nilai
sejarah dan para pelaku sejarah juga penting, karena Allah berfirman : Sungguh di dalam sejarah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. (QS. Yusuf : 111).
Akhirnya
jika pelaku sejarah tidak boleh dikenang, tidak dimuliakan, tidak
dihormati, kuburannya diratakan, bagaimana kita mengambil pelajaran dari
sejarah tersebut? Adapun maksud Nabi Saw Allah mengutuk Yahudi dan
Nasrani menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, adalah menyembah
kuburan. Semoga kita dapat pelajaran. Wallahua’lam ***** (H.M. Nasir, Lc, MA : Penulis
adalah Pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Alquran Al Mukhlisin Batubara,
Pembantu Rektor IV Universitas Al Washliyah (UNIVA) Medan )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar