Sebagian
orang mengira bahwa akibat dosa hanya diterima nanti di akhirat. Padahal banyak
sekali akibat-akibat dosa yang ditimpakan oleh Allah swt di dunia ini. Tentang
hal ini: ada orang yang percaya dan ada juga yang tidak percaya; ada yang
merasakan langsung, ada juga yang tidak merasakan; ada yang sebenarnya
merasakan tapi belum tahu dan belum sadar bahwa penderitaan itu akibat dari
dosa yang dilakukannya.
Jadi,
sebenarnya bukan soal tidak merasakan. Tapi lebih pada persoalan mengetahui dan
menyadari. Celakanya adalah sudah merasakannya tapi tidak menyadari bahwa hal
itu akibat dari dosanya. Lebih celaka lagi orang yang tak mau tahu atau tidak
mengakui bahwa itu akibat dari dosanya. Sehingga ia tak mau mentaubatinya.
Mengapa
bagian yang terakhir ini lebih celaka? Karena secara berangsur-angsung ia akan
menjadi kebal dengan akibat-akibat dosa yang dilakukannya. Inilah dinamakan
istidraj, yakni peristiwa yang luar biasa dalam kedurhakaan kepada Allah swt
sehingga Dia sangat murka padanya. Yakni ia sudah kehilangan akses dengan
nuraninya, signal nuraninya sudah tak bisa diakses lagi karena sudah tertutup
kabut hitam yang tebal sehingga suaranya tak terdengar lagi. Maaf, ini bisa
kita analogikan dengan penjaga WC umum yang sudah kebal dengan bau tak sedap.
Na’udzubillah, kita mohon perlindungan kepada Allah swt dari tingkatan yang
terakhir ini.
Mengapa
sebagian manusia kehilangan signal nuraninya? Ini berawal dari pembiasaan yang
berulang-ulang dalam berbuat dosa. Akhirnya ia merasa biasa, dan menganggap
bukan lagi perbuatan dosa.
Lalu
kapankah ia dapat merasakannya? Ia akan merasakannya saat ia digoncang oleh
gelombang badai kehidupan. Jika gelombang badai itu belum juga bisa merobek
kabut hitam yang tebal dalam hatinya, maka peristiwa ini ditunda oleh Allah swt
sampai sakratul menjemputnya.
Saat
Sakratul maut tiba pasti ia akan merasakan dan menyaksikan. Karena saat itulah
Allah swt merobek semua kabut hitam yang tebal darinya, sehingga ia mampu
menyaksikan apa yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi
pada dirinya. Inilah maksud dari firman Allah swt yang dinyatakan di dalam
firman Al-Qur’an:
Dan
datanglah sakratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari
darinya. (Qaaf/50: 19)
“Maka
Kami singkapkan darimu tirai yang menutupi matamu, sehingga penglihatanmu pada
hari itu sangat tajam.” (Qaaf/50: 22).
Benarkah
ada dosa yang mendatangkan bencana? Dalam doa Kumail setelah bertawasul dengan
asma Allah dan keagungan-Nya Imam Ali bin Abi Thalib (sa) menyebutkan dalam doa
Kumail:
اَللّهُمَّ اغْفِـرْ لِيَ الذُّنُوْبَ الَّـتيْ تُنْـزِلُ
الْبَـلآءَ
Allâhummaghfirliyadz dzunûbal latî
tunzilul balâ’
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang mendatangkan bencana
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang mendatangkan bencana
Lalu
apa saja dosa-dosa yang mendatangkan bencana?
Imam
Ali Zainal Abidin (sa) berkata:
“Dosa-dosa yang mendatangkan bencana: Tidak membantu orang yang sedang menderita, tidak menolong orang yang sedang teraniaya, tidak perduli terhadap amar ma’ruf dan nahi munkar.” (Al-Wasail 16: 281). Ali Zainal Abidin adalah putera Al-Husein cucu Rasululah saw.
“Dosa-dosa yang mendatangkan bencana: Tidak membantu orang yang sedang menderita, tidak menolong orang yang sedang teraniaya, tidak perduli terhadap amar ma’ruf dan nahi munkar.” (Al-Wasail 16: 281). Ali Zainal Abidin adalah putera Al-Husein cucu Rasululah saw.
Sekarang
pertanyaannya:
1. Belumkah dosa-dosa itu terwujud di negeri kita?
2. Bagaimana jika dosa-dosa itu dilakukan secara kolektif dan para pemimpin bangsa tak perduli?
3. Belumkah bangsa ini merasakan akibat dosa-dosa tersebut?
4. Bagaimana jika pemimpin bangsa terlibat dalam dosa-dosa tersebut?
5. Mengapa sebagian bangsa ini belum mengakui, sehingga perlu taubat bersama?
6. Masihkan mereka menyombongkan tehnologi dan sainsnya? Dan masihkan kita menunggu gelombang badai yang lebih dahsyat lagi?
7. Semoga Allah swt melindungi kita yang tak berdaya, amin ya Rabbal ‘alamin.
1. Belumkah dosa-dosa itu terwujud di negeri kita?
2. Bagaimana jika dosa-dosa itu dilakukan secara kolektif dan para pemimpin bangsa tak perduli?
3. Belumkah bangsa ini merasakan akibat dosa-dosa tersebut?
4. Bagaimana jika pemimpin bangsa terlibat dalam dosa-dosa tersebut?
5. Mengapa sebagian bangsa ini belum mengakui, sehingga perlu taubat bersama?
6. Masihkan mereka menyombongkan tehnologi dan sainsnya? Dan masihkan kita menunggu gelombang badai yang lebih dahsyat lagi?
7. Semoga Allah swt melindungi kita yang tak berdaya, amin ya Rabbal ‘alamin.
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar