Bila Jodoh tak Kunjung Tiba !
Siang
datang bukan untuk mengejar malam, malam tiba bukan untuk mengejar
siang. Siang dan malam datang silih berganti dan takkan pernah kembali
lagi. Menanti adalah hal yang paling membosankan, apalagi jika menanti
sesuatu yang tidak pasti. Sementara waktu berjalan terus dan usia
semakin bertambah, namun satu pertanyaan yang selalu mengganggu “Kapan aku menikah ??“.
Resah
dan gelisah kian menghantui hari-harinya. Manakala usia telah melewati
kepala tiga, sementara jodoh tak kunjung datang. Apalagi jika melihat
disekitarnya, semua teman-teman seusianya, bahkan yang lebih mudah
darinya telah naik ke pelaminan atau sudah memiliki keturunan. Baginya,
ini suatu kenyataan yang menyakitkan sekaligus membingungkan.
Menyakitkan tatkala masyarakat memberinya gelar sebagai “bujang lapuk” atau”perawan tua” , “tidak laku“.Membingungkan tatkala tidak ada yang mau peduli dan ambil pusing dengan masalah yang tengah dihadapinya.
Apalagi
anggapan yang berkembang di kalangan wanita, bahwa semakin tua usia
akan semakin sulit mendapatkan jodoh. Sehingga menambah keresahan dan
mengikis rasa percaya diri. Sebagian wanita yang masih sendiri terkadang
memilih mengurung diri dan hari-harinya dihabiskan dengan
berandai-andai.
Ini
adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri sebab hal ini bisa saja
terjadi pada saudari kita, keponakan, sepupu atau keluarga kita. Salah
satu faktor yang menyebabkan hal ini, tingginya batas mahar dan uang
nikah yang ditetapkan. Hal ini banyak terjadi dinegeri kita -khususnya
di daerah sulawesi-. Telah banyak kisah para pemuda yang sudah ingin
sekali menikah, mundur dari lamarannya hanya karena tidak mampu
menghadapi mahar yang ditetapkan. Setan pun mendapatkan celah untuk
menggelincirkan anak-anak Adam sehingga melakukan perkara-perkara
terlarang mulai dari kawin lari sampai pada perbuatan-perbuatan yang
hina (zina), bahkan sampai menghamili sebagai solusi dari semua ini.
Padahal agama yang mulia ini telah menjelaskan bahwa jangankan zina,
mendekati saja diharamkan,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”. (QS. Al-Israa’:32 )
Al-Allamah
Muhammad bin Ali Asy-Syaukaniy-rahimahullah- berkata, “Di dalam
larangan dari mendekati zina dengan cara melakukan
pengantar-pengantarnya terdapat larangan dari zina –secara utama-,
karena sarana menuju sesuatu, jika ia haram, maka tujuan tentunya haram
menurut konteks hadits”.[Lihat Fathul Qodir (3/319)]
Pembaca
yang budiman, sesungguhnya islam adalah agama yang mudah; Allah I telah
anugerahkan kepada manusia sebagai rahmat bagi mereka. Hal ini nampak
jelas dari syari’at-syari’at dan aturan yang ada di dalamnya, dipenuhi
dengan rahmat, kemurahan dan kemudahan. Allah I telah menegaskan di
dalam kitab-Nya yang mulia,
“Thaahaa.
Kami tidak menurunkan Al Quran Ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)“. (QS.Thohaa :1-3)
Allah I berfirman
“Allah
tidak menghendaki menyulitkan kalian, tetapi Dia hendak membersihkan
kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kalian, supaya kalian
bersyukur.”(QS. : Al-Maidah: 6)
Namun
sangat disayangkan kalau kemudahan ini, justru ditinggalkan. Malah
mencari-cari sesuatu yang sukar dan susah sehingga memberikan dampak
negatif dalam menghalangi kebanyakan orang untuk menikah, baik dari
kalangan lelaki, maupun para wanita, dengan meninggikan harga uang
pernikahan dan maharnya yang tak mampu dijangkau oleh orang yang datang
melamar. Akhirnya seorang pria membujang selama bertahun-tahun lamanya,
sebelum ia mendapatkan mahar yang dibebankan. Sehingga banyak
menimbulkan berbagai macam kerusakan dan kejelekan, seperti menempuh
jalan berpacaran. Padahal pacaran itu haram, karena ia adalah sarana
menuju zina. Bahkan ada yang menempuh jalan yang lebih berbahaya, yaitu
jalan zina !!
Di
sisi yang lain, hal tersebut akan menjadikan pihak keluarga wanita
menjadi kelompok materealistis dengan melihat sedikit banyaknya mahar
atau uang nikah yang diberikan. Apabila maharnya melimpah ruah, maka
merekapun menikahkannya dan mereka tidak melihat kepada akibatnya;
orangnya jelek atau tidak yang penting mahar banyak !! Jika maharnya
sedikit, merekapun menolak pernikahan, walaupun yang datang adalah
seorang pria yang diridhoi agamanyadan akhlaknya serta memiliki
kemampuan menghidupi istri dan anak-anaknya kelak. Padahal Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam-telah mamperingatkan,
إِذَا
أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِيْنَهُ فَزَوِّجُوْهُ . إِلَّا
تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِيْ الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
“Jika
datang seorang lelaki yang melamar anak gadismu, yang engkau ridhoi
agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi
fitnah (musibah) dan kerusakan yang merata dimuka bumi
“[HR.At-Tirmidziy dalam Kitab An-Nikah(1084 & 1085), dan Ibnu Majah
dalam Kitab An-Nikah(1967). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam
Ash-Shohihah (1022)]
Jadi,
yang terpenting dalam agama kita adalah ketaatan kepada Allah dan
Rasul-Nya, bukan sekedar kekayaan dan kemewahan. Sebuah rumah yang
berhiaskan ketaqwaan dan kesholehan dari sepasang suami istri adalah
modal surgawi, yang akan melahirkan kebahagian, kedamaian, kemuliaan,
dan ketentraman. Namun sangat disayangkan sekali, realita yang terjadi
di masyarakat kita, jauh dari apa yang dituntunkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Hanya karena perasaan “malu” dan “gengsi” hingga rela
mengorbankan ketaatan kepada Allah; tidak merasa cukup dengan sesuatu
yang telah Allah tetapkan dalam syari’at-Nya. Mereka melonjakkan biaya
nikah, dan mahar yang tidak dianjurkan di dalam agama yang mudah ini.
Akhirnya pernikahan seakan menjadi komoditi yang mahal, sehingga menjadi
penghalang bagi para pemuda untuk menyambut seruan Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam-
يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai
para pemuda! Barang siapa diantara kalian yang telah mampu, maka
menikahlah, karena demikian (nikah) itu lebih menundukkan pandangan dan
menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah,
karena puasa akan menjadi perisai baginya“. [HR. Al-Bukhoriy (4778), dan Muslim (1400), Abu Dawud (2046), An-Nasa’iy (2246)]
Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- telah menganjurkan umatnya untuk
mempermudah dan jangan mempersulit dalam menerima lamaran dengan
sabdanya,
مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَسْهِيْلُ أَمْرِهَا وَقِلَّةُ صَدَاقِهَا
“Diantara berkahnya seorang wanita, memudahkan urusan (nikah)nya, dan sedikit maharnya“.
[HR. Ahmad dalam Al-Musnad (24651), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (2739),
Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (14135), Ibnu Hibban dalam Shohih-nya
(4095), Al-Bazzar dalam Al-Musnad (3/158), Ath-Thobroniy dalam
Ash-Shoghir (469). Di-hasan-kan Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami’ (2231)]
Oleh
karena itu, pernah seseorang datang kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- seraya berkata,”Sesungguhnya aku telah menikahi seorang
wanita.” Beliau bersabda, “Engkau menikahinya dengan mahar berapa?”
orang ini berkata:”empat awaq (yaitu seratus enam puluh dirham)”. Maka
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
عَلَى
أَرْبَعِ أَوَاقٍ ؟ كَأَنَّمَا تَنْحِتُوْنَ الْفِضَّةَ مِنْ عَرْضِ هَذَا
الْجَبَلِ مَا عِنْدَنَا مَا نُعْطِيْكَ وَلَكِنْ عَسَى أَنْ نَبْعَثَكَ
فِيْ بَعْثٍ تُصِيْبُ مِنْهُ
“Dengan
empat awaq (160 dirham)? Seakan-akan engkau telah menggali perak dari
sebagian gunung ini. Tidak ada pada kami sesuatu yang bisa kami berikan
kepadamu. Tapi mudah-mudahan kami dapat mengutusmu dalam suatu utusan
(penarik zakat) ; engkau bisa mendapatkan (empat awaq tersebut)“. [HR, Muslim(1424)].
Al-Imam
Abu Zakariyya Yahya bin Syarof An-Nawawiy-rahimahullah- berkata tentang
sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang kami huruf tebalkan, “Makna ucapan ini, dibencinya memperbanyak mahar hubungannya dengan kondisi calon suami“.[Lihat Syarh Shohih Muslim (6/214)]
Perkara
meninggikan mahar, dan mempersulit pemuda yang mau menikah, ini telah
diingkari oleh Umar -radhiyallahu ‘anhu-. Umar -radhiyallahu ‘anhu-
berkata,
أَلَا
لَا تَغَالُوْا بِصُدُقِ النِّسَاءِ فَإِنَّهَا لَوْ كَانَتْ مَكْرَمَةً
فِيْ الدُّنْيَا أَوْ تَقْوًى عِنْدَ اللهِ لَكَانَ أَوْلَاكُمْ بِهَا
النََّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَصْدَقَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِمْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ وَلَا
أُصْدِقَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ بَنَاتِهِ أَكْثَرَ مِنْ ثِنْتَيْ عَشَرَ
أُوْقِيَةٌ
“Ingatlah,
jangan kalian berlebih-lebihan dalam memberikan mahar kepada wanita
karena sesungguhnya jika hal itu adalah suatu kemuliaan di dunia dan
ketaqwaan di akhirat, maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- adalah
orang yang palimg berhak dari kalian. Tidak pernah Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- memberikan mahar kepada seorang wanitapun dari
istri-istri beliau dan tidak pula diberi mahar seorang wanitapun dari
putri-putri beliau lebih dari dua belas uqiyah (satu uqiyah sama dengan
40 dirham)” .[HR.Abu Dawud (2106), At-Tirmidzi(1114),Ibnu
Majah(1887), Ahmad(I/40&48/no.285&340). Di-shohih-kan oleh
Syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (3204)]
Pembaca
yang budiman, pernikahan memang memerlukan materi, namun itu bukanlah
segala-galanya, karena agungnya pernikahan tidak bisa dibandingkan
dengan materi. Janganlah hanya karena materi, menjadi penghalang bagi
saudara kita untuk meraih kebaikan dengan menikah. Yang jelas ia adalah
seorang calon suami yang taat beragama, dan mampu menghidupi
keluarganyanya kelak. Sebab pernikahan bertujuan menyelamatkan manusia
dari perilaku yang keji (zina), dan mengembangkan keturunan yang
menegakkan tauhid di atas muka bumi ini.
Oleh karena itu, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- perkah bersabda,
ثَلَاثَةٌ
كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُ الْغَازِيْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
وَالْمُكَاتَبُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِيْ
يُرِيْدُ التَّعَفُّفَ
“Ada
tiga orang yang wajib bagi Allah untuk menolongnya: Orang yang
berperang di jalan Allah, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan
orang menikah yang ingin menjaga kesucian diri”. [HR. At-Tirmidziy
(1655), An-Nasa’iy (3120 & 1655), Ibnu Majah (2518). Di-hasan-kan
oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (3089)]
Orang
tua yang bijaksana tidak akan tentram hatinya sebelum ia menikahkan
anaknya yang telah cukup usia. Karena itu adalah tanggung-jawab orang
tua demi menyelamatkan masa depan anaknya. Oleh karena itu, diperlukan
kesadaran orang tua semua untuk saling tolong-menolong dalam hal
kebaikan. Ingatlah sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ
“Agama adalah mudah dan tidak seorangpun yang mempersulit dalam agama ini, kecuali ia akan terkalahkan“. [HR. Al-Bukhary (39), dan An-Nasa’iy(5034)]
Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- memerintahkan umatnya untuk menerapkan
prinsip islam yang mulia ini dalam kehidupan mereka sebagaimana dalam
sabda Beliau,
يَسِّرُوْا وَلَا تُعَسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلَا تُنَفِّرُوْا
“permudahlah dan jangan kalian mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari“. [HR.Al-Bukhary(69& 6125), dan Muslim(1734)]
Syaikh
Al-Utsaimin-rahimahullah- berkata, “Kalau sekiranya manusia mencukupkan
dengan mahar yang kecil, mereka saling tolong menolong dalam hal
mahar(yakni tidak mempersulit) dan masing-masing orang melaksanakan
masalah ini, niscaya masyarakat akan mendapatkan kebaikan yang banyak,
kemudahan yang lapang, serta penjagaan yang besar, baik kaum lelaki
maupun wanitanya”.[Lihat Az-Zawaaj]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar